MUHAMMAD DAN WAHYU
Tak banyak yang diketahui tentang kehidupan Muhammad sebelum ia menerima wahyu ketika beliau berusia kira-kira empat puluh tahun, kecuali bahwa ia adalah seorang yang amat jujur dan berakhlak luhur. Penulis-penulis modern menulis tentang asal usul dan sifat missi Muhammad memberikan banyak spekulasi. Diantaranya, merujuk kepada kenyataan historis, pertama: bahwa Arab sebelum kedatangan Islam telah mengalami proses fermentasi judea-kristiani sehingga sekelompok orang yang tidak puas dengan paganisme Arabia menoleh pada ide monotheisme dan sumbangan Muhammad terletak pada penekannya yang tegas pada ide ini. Kedua: lalu menciptakan suatu agama nasional bagi bangsa Arab, sebagai katalisator dari suatu gelombang ekspansi baru yang massif dan terorganisir dari gerakan-gerakan keluar bangsa Arab dikarenakan jazirah Arab yang tandus.
Kedua teori itu tidak salah dalam pernyataannya, tetapi tidak merupakan penjelasan-penjelasan yang benar tentang asal usul ataupun sifat Islam. Benar bahwa sekelompok orang Arab telah sampai pada konsepsi agama monotheis, tetapi tidak ada alasan untuk menganggap Tuhan tunggal mereka adalah benar-benar Tuhan Maha Esa yang diserukan Muhammad, yang terkait dengan suatu humanisme dan rasa keadilan ekonomi dan sosial yang intensitasnya tidak kurang dari intensitas ide monotheistik ketuhannnanya. Seperti penjelasan dalam QS:107. Karena itu siapa saja yang dengan teliti membaca wahyu-wahyu jajaran awal yang diterima Muhammad tentu akan berkesimpulan bahwa baik monoteheisme maupun rasa keadilan sosial-ekonomi, bukanlah sifat khas penduduk kota Mekkah atau bangsa Arab semata; sebaliknya, paham persamaan yang dikemukakan Islam, dalam sifatnya sendiri, betul-betul melampaui ideal nasional manapun juga.
Nabi tampaknya menegaskan: “Satu Tuhan-Satu ummat manusia”, pernyataan fermentasi religius dan monotheisme sebelum masa Nabi adalah pendapat yang tak salah, namun tidak ada bekas bukti historis apapun yang menyatakan bahwa monotheismi tersebut berhubungan dengan sesuatu gerakan reformasi sosial dan gerakannnya tidaklah berhubungan sama sekali dengan kehidupan padang pasir kaum badui, tetapi memberi perkiraan suatu lingkungan kota dengan tradisi dagang dan keagamaan yang sudah tua..
Wahyu pertama turun menurut hadis adalah QS: 96 : 1-8. bahwa pengalaman wahyu terjadi dalam atau disertai oleh suatu keadaan “setengah sadar atau “kwasi mimpi”. Berdasarkan ini sejarawan modern mengemukakan dugaan bahwa muhammad menderita penyakit ayan. Namun hal ini tidak dapat diterima dengan alasan, pertama, kondisi ini timbul setelah kenabian dimulai sebelumnya tidak ada dalam kehidupannya. Kedua, kondisi ini hanya terjadi bersama-sama dengan turunnya wahyu tak pernah terjadi secara terpisah. Terakhir, tak bisa dipercaya bahwa suatu penyakit yang jelas kelihatan seperti ayan tidak diketahui dengan jelas dan pasti oleh masyarakat yang sudah beradat-istiadat waktu itu.
PERJUANGAN NABI MUHAMMAD
Da’wah nabi Muhammad mendapat tantangan dari kelompok oligarki penguasa kota saat itu, mereka tidak hanya takut pada tantangan Nabi terhadap agama tradisional politheisme mereka, tetapi juga khawatir kalau struktur masyarakat dan kepentingan-kepentingan dagang mereka akan tergoyahkan oleh ajaran Nabi yang menekankan keadilan sosial dengan mengutuk riba dan menganjurkan berzakat. Sehingga semakin hari permusuhan dan cemohoan serta fitnah semakin keras.
Sedikit demi sedikit ajaran Nabi dirumuskan dengan jelas, dengan cara mengeksplisitkan asumsi-asumsi metafisik implisitnya, secara kronologis, kepercayaan pertama yang ditanamkan oleh al-Qu’an sesudah monotheisme dan keadilan sosial-ekonomi adalah tentang hari pengadilan dan pertanggungjawaban akhir dari perbuatan manusia. Dan sholat suatu kewajiaban utama bagi muslim, dalam perkembagannya shalat berjamaah dan membayar zakat menunjang semangat persatuan dan solidaritas bagi komunitas kecil yang sedang berjuang.
Nabi Muhammad tak pernah kehilangan harapan untuk berhasil walaupun mengalami kekecewaan-kekecewaan, sifat optimisnya ini jarang sekali menjadi perhatian dari penulis Muslim maupun non-Muslim.
STRATEGI NABI MUHAMMAD
Setelah tiga belas tahun berdakwah di Mekkah, Nabi memperoleh pengikut yang kecil jumlahnya tapi mempunyai semangat yang kuat, gerakannya menemui jalan buntu dan tampaknya kecil sekali harapan untuk cepat memperoleh kesuksesan menghadapi warga Mekkah yang keras kepala itu. ketika itulah orang-orang Madinah melamar beliau untuk pindah ke kota tersebut, dan menjadi pemimpin politik dan keagamaannya. Bukan berarti bahwa Nabi kehilangan harapan atau ditolak sama sekali di Mekkah yang merupakan pusat keagamaan bangsa Arab dan bukan sama sekali Nabi tidak diikuti di Mekkah, karena kalau tidak demikian, jelas orang-orang Madinah itu tidak akan meminta beliau untuk menjadi pemimpin agama dan politik mereka. Sangatlah bisa dipastikan bahwa prestasi moral dan kecakapan politik Nabilah yang menawan hati orang-orang Madinah bukan karena kasihan dan prestasinya yang rendah.
Di Madinah Nabi mengeluarkan sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas. Dan dalam waktu yang singkat Nabi berhasil membina persaudaraan sejati yang kokoh dan efektif diantara imigran-imigran Muslim Mekkah dan kaum Muslimin Madinah, suatu fenomena yang menakjubkan ahli-ahli sejarah. Selanjutnya Nabi beralih pada tugas yang merupakan faktor yang menentukan dalam misi kerasulan beliau, yakni menarik Mekkah untuk menerima Islam, dan melalui kota pusat keagamaan ini selanjutnya menyebarkan Islam ke daerah-daerah lain. Pada saat inilah Nabi telah disalahpahami, khususnya para kritikus Barat: “bagaimana bisa seorang pengkhotbah tiba-tiba saja berubah bersemangat untuk menghadapi perang?
Ada dua faktor utama yang mendorong kebijaksanaan Nabi ini: pertama, Mekkah adalah pusat keagamaan bangsa Arab dan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islamlah, Islam bisa tersebar keluar. Kedua, apabila suku Muhammad sendiri dapat di islamkan, maka islam akan mendapat dukungan yang besar, karena orang-orang quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar.
Tetapi disamping itu semua, alasan yang paling mendesak bagi tindakan-tindakan Nabi terhadap orang-orang Mekkah adalah permusuhan mereka sendiri terhadap kaum muslimin, bahkan setelah berimigrasi ke Madinah. Penduduk Mekkah tidak hanya telah merampas harta benda kaum imigran yang mereka usir dari kampung halamannya, tapi mereka bahkan tidak bisa melihat dengan senang hati bahwa Nabi dan pengikut-pengiktunya dari Mekkah telah bergabung dengan suku lain di Madinah. Karena itu, adalah wajar bagi warga Mekkah untuk mengancam Madinah. Hal ini dihistorikan dalam QS: 2:217.
ORANG-ORANG YAHUDI DAN KRISTEN
Sejak awal Nabi Muhammad telah yakin bahwa risalahnya adalah kelanjutan atau juga pembangkitan kembali risalah nabi-nabi yang terdahulu, dan dalam surah-surah Makkiyah menyebutkan tentang wahyu-wahyu tercatat dari Ibrahim dan Musa (87:19). Sikap yang bersifat teoritis dan religi-ideal yang tidak ada rujukannya kepada doktrin dan praktek keagamaan yang berlaku dikalangan ahli kitab. Sikap identifikasi al-Qur’an terhadap kpribadian yang ideal dari Ibrahim, Musa dan Isa dan kritik terhadap Yahudi dan Kristen yang ada pada zaman Muhammad. Sehingga muncullah gambaran terhadap Yahudi fakta-fakta politik dan pelanggaran-pelanggaran atasnya, dan terhadap kristen sikap al-Qur’an pada esensinya bersifat theologis dan religius, yang menerima Isa sebagai Rasul Tuhan, maka pada waktu yang sama menolak dakwaan akan ketuhanan Isa.
Para sarjana-sarjana Kristen menentang kenyataan ini dengan menyatakan ide trintias yang dikemukakan kepada Muhammad oleh orang-orang kristen pada waktu itu sifatnya adalah kasar sekali, yakni Isa digambarkan sebagai anak Tuhan secara fisik dan kwasi-fisik dan seandainya suatu pandangan ‘sophisticated’ atau ‘spiritualistis’ dikemukakan kepada Nabi pastilah Nabi tidak akan menolaknya. Dan satu hal yang tak terpecahkan pada kelanjutannya, apabila al-Qur’an secara kategoris telah menolak Trinitas dan ketuhanan Isa, maka kenapakah ia tetap mengatakan ‘orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Kristen kaum Shabi’in, siapa saja yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan berbuat kebaikan, maka mereka akan memperoleh pahala disisi Tuhan mereka, mereka tidak akan merasa takut, tidak pula berduka cita QS: 2:62; 5:69.
Pada tahap ini, argumentasi yang mengatakan bahwa dalam Islam, Nabi Muhammad menyuguhkan suatu agama nasional bagi bangsa arab dengan mengajukan bukti spesifik untuk mendukung “nasionalisasi” Islam adalah bahwa Muhammad, setelah dikecewakan oleh orang-orang yahudi yang menolak untuk mengikutinya di Madinah, lalu berbalik menentang mereka dan mengambil tindakan-tindakan kongkrit untuk meng-Arab-kan Islam dengan mengganti Yerussalem dengan Ka’bah di Mekkah sebagai Kiblat dan menyatakan kewajiban haji bagi kaum muslimin.
Argumentasi yang dikemukan pada umumnya sejarawa-sejarawan Barat terlalu membesar-besarkan peranan Yahudi Madinah dalam perkembangan Islam, hingga mereka benar-benar tidak mampu membedakan sebab dari akibat. Pergantian kiblat ke Yerussalem tampaknya diperintahkan di Mekkah ketika kaum Muslimin, dalam tekanan penyiksaan-penyiksaan, tidak diperbolehkan untuk shalat didepan umum dan karenanya tidak diperbolehkan pergi ke Ka’bah untuk shalat dan pergantian itu pada hakekatnya bertujuan untuk menegaskan perbedaan antara kaum penyembah berhala dan kaum Muslimin seperti pada keterangan QS: 2:143.
Maka argumentasi mereka akan lebih berbobot seandainya Nabi telah menunjuk Yerussalem sebagai kiblat begitu beliau tiba di Madinah dengan tujuan untuk mengambil hati orang-orang Yahudi. Ada dua faktor utama yang mendorong kebijaksanaan Nabi merebut kota Mekkah: pertama, Mekkah adalah pusat keagamaan bangsa arab dan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islamlah, Islam bisa tersebar keluar. Kedua, apabila suku Muhammad sendiri dapat diislamkan, maka Islam akan mendapat dukungan yang lebih besar, karena orang-orang quraisy mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar. Tetapi, disamping itu semua, alasan yang paling mendesak bagi tindakan-tindakan Nabi terhadap orang-orang Mekkah adalah permusuhan mereka sendiri terhadap kaum Muslimin, bahkan setelah yang disebut terakhir ini berimigrasi ke Madinah.
KESIMPULAN
Siapapun yang mempelajari kehidupan Nabi pasti akan terkesan oleh watak spritualnya serta keterampilan politik dan administrasinya, suatu hal yang demikian luar biasa dalam kepemimpinan ummat manusia, yang tidak mengklaim apapun juga bagi dirinya kecuali bahwa ia hanyalah alat dari risalah yang dibawanya, dan dengan demikian kita menerima tema pokok dari Islam.
Zulkarnain Nasution
Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir
21 October 2016
Subscribe to:
Post Comments (Atom)

0 comments:
Post a Comment