I. Pendahuluan.
Pada dasarnya, mazhab-mazhab itu timbul antara lain karena perbedaan dalam memahami ajaran yang terdapat dalam Al-Qur'an dan sunnah yang tidak bersifat absolut. Perbedaan pendapat mengenai maksud ayat-ayat yang zanni ad-dalalah (ayat-ayat yang pengertiannya masih dapat ditafsirkan) adalah salah satu sebab bagi timbulnya mazhab-mazhab dalam aliran-aliran dalam Islam. Jadi pada hakikatnya mazhab adalah suatu aliran pemahaman tertentu, hasil dari interpretasi terhadap Al-Qur’an dan sunah yang sifatnya tidak mengikat.
Adapun sebab-sebab munculnya perbedaan pendapat yang menimbulkan lahirnya mazhab-mazhab bisa disebabkan :
- Perbedaan pemikiran.
- Ketidak jelasan masalah yang menjadi tema pembicaraan.
- Perbedaan kesenangan dan kecendrungan.
- Perbedaan cara pandang.
- Karena mengikut (taklid) pendahulunya.
- Perbedaan kemampuan.
- Masalah kepemimpinan dan cinta kepada penguasa.
- Fanatisme kelompok yang berlebihan.
Faktor dominan timbulnya sebuah mazhab atau aliran biasanya terbentuk karena berbeda persepsi dalam penafsiran tentang ayat-ayat Zhanniyat, bukan mengenai prinsip dan nilai dasar Islam, maka perbedaan mazhab itu dapat diterima sebagai alternatif dalam Islam, meskipun kadang-kadang perbedaan antara mazhab satu dan lainnya cukup besar atau bahkan bertentangan.
Dari sekian banyak mazhab yang telah terbangun didalam sejarah Islam satu diantaranya adalah mazhab wahabi. Mazhab ini adalah tergolong muda diantara mazhab-mazhab lainnya. Pada sebagian kalangan, wahabi dianggap sebagai mazhab salaf dan juga mazhab kontroversial.
II. Biografi Wahabi.
Perintis dari mazhab wahabi adalah seorang tokoh yang mempunyai pengaruh dalam pembaharuan Islam pada abad ke-19, kelahiran Nejd (Arab Saudi) suatu negeri yang masih murni keislamannya di jantung padang pasir arab saudi. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid at-Tamimi. (1115 H / 1703 - 1201 H / 1787 M ).Anak seorang kadi ini semula memperoleh pengetahuan dibidang fikih dan ilmu agama lainnya dari ayahnya. Untuk menambah ilmunya, ia kemudian merantau ke Hedjaz dan disini ia memperoleh pengetahuan agama dari ulama-ulama Mekah dan Madinah. Selanjutnya ia berpetualang selama 4 tahun dikota Basra. Setelah itu ia pindah ke Baghdad dan disini ia menikah dengan seorang wanita kaya. Lima tahun kemudian setelah istrinya meninggal dunia ia pun pindah ke Kurdistan (Irak utara), kemudian ke Hamadan dan Esfahan (kini di Iran). Di kota terakhir ini ia sempat mempelajari filsafat dan tasawuf. Setelah bertahun-tahun merantau, ia akhirnya kembali ketempat kelahirannya di Nejd. Di negeri asalnya itu, ia masih sempat mempelajari Tafsir Al-qur’an dan Syarh as-Sunnah, dan kitab-kitab lain mengenai ilmu-ilmu keislaman, seperti kitab karangan Ibnu Taimiyah dan, dan Ibnu Qayyim al-Jauziyah (dua ulama yang merupakan murid atau penerus dan pemuka mazhab Imam Hanbali).
Dari silsilah seperti itu, diketahui bahwa sebenarnya pendapat ataupun kalau boleh disebut ajaran Wahabi itu sebenarnya bersumber dari mazhab Hanbali. Imam Ahmad bin Hanbal terkenal sebagai Imam mazhab yang cukup ketat berpegang pada nash. Jarang sekali ia memainkan unsur logika dalam membahas suatu nash.Tak heran banyak kalangan yang mempersoalkan posisi Imam Ahmad. Beliau dianggap bukan ahli fiqih. Beliau hanya menyusun kitab hadis yang sistematika bab-nya disusun menurut bab dalam ilmu fiqh. Kalaupun ia dianggap ahli hadis, ternyata kitab Musnad-nya tidaklah termasuk dalam "kutubus sittah" (enam kitab hadis terkemuka). Jadi, sebagai ahli fiqih ia diragukan, dan sebagai ahli hadis pun juga layak dipertanyakan.
Akan tetapi, terlepas dari kontroversi akan ketokohan Imam ahmad, yang jelas dari sisi penganut paham Ahlus Sunnah Wal Jama'ah beliau berjasa besar dalam mempertahankan aqidah islamiyah. Imam Ahmad dalam perspektif ilmu kalam, dikelompokkan sebagai penganut paham salafiyah; sebuah paham yang sebenarnya banyak berbeda dengan paham Asy'ariyah (yang diikuti di Indonesia).
Dari sini kita sudah bisa menangkap bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri Wahabi itu, sudah punya beban sejarah yang kontroversial, karena guru dari gurunya sendiri juga dianggap kontroversial.
Muhammad bin Abdul Wahab dapat digolongkan sebagai ulama yang produktif. Hal ini dapat dilihat dari jumlah kitab yang dikarangnya, yang mencapai puluhan judul. Kitab-kitabnya itu antara lain kitab at-Tauhid yang isinya antara lain ajaran tetang pemberantasan bid’ah dan khurafat yang terdapat dikalangan masyarakat dan ajakan untuk kembali kepada tauhid yang murni. Kitab-kitab lainnya adalah Tafsir Surat al-Fatihah, Mukhtasar sahih al-Bukhori, Mukhtasar as-Sirah Nabawiyah, Nasihah al-Mudlimin dan bi Ahadis Khatam an-Nabiyyin, Usul al-Imam, Kitab ak-Kabair, Kasyaf asy-Syubuhat, Salasa al-Usul, Adab al-Masi ila as-Salah, Ahadis al-Fitah, Mukhtasar Zad al-Ma’ad, dan al-Masail al-Lati Khalafa Fiha Rasulullah ahlal-Jahiliyah.
III. Perkembangan Mazhab Wahabi
Muhammad bin Abdul wahab sebagai tokoh penggagas mazhabnya, namanya tidak dapat dipisahkan dari gerakan wahabi, karena dialah yang membangun gerakan tersebut. Namun demikian, nama gerakan itu tidak berasal dari Abdul Wahhab sendiri, melainkan dari golongan lain yang menjadi lawannya. Para pengikut Abdul Wahhab sendiri menamakan kelompoknya al-Muwahhidun atau al-Muslimun, yaitu kelompok yang berusaha mengesakan tuhan semurni-murninya. Selain itu mereka menamakan dirinya sebagai kaum Suni pengikut mazhab Hanbali, seperti yang dianut oleh Ibn Taimiyah.Perjalanannya kebeberapa negeri sangat mempengaruhi beliau dalam mendirikan gerakan tersebut. Ketika itu disetiap negeri Islam yang dikunjunginya, ia melihat kuburan-kuburan syekh tarekat bertebaran. Tiap kota, bahkan juga kampung-kampung, mempunyai kuburan syekh atau wali masing-masing. Ke kuburan-kuburan itulah ummat Islam pergi naik haji dan meminta pertolongan dari syekh atau wali yang dikuburkan di situ untuk menyelesaikan masalah hidup mereka sehari-hari. Ada yang meminta supaya diberi anak, jodoh, kesembuhan dari penyakit, atau kekayaan. Maka beliau melihat bahwa kemurnian tauhid telah dirusak oleh khurafat yang masih mempengaruhi keyakinan ummat Islam
Pemikiran yang dicetuskan oleh Muhammad bin Abdul wahhab untuk memperbaiki kedudukan ummat Islam timbul sebagai reaksi terhadap paham tauhid yang terdapat dikalangan umat Islam waktu itu. Wahhab dengan gerakannya itu didorong oleh keinginan untuk memurnikan ajaran Islam, khususnya dibidang tauhid, yang merupakan ajaran pokok dalam Islam. Ia tidak berhasrat untuk mengubah ajaran Islam atau mengadakan penafsiran baru tentang wahyu, melainkan membawa misi pemberantasan unsur-unsur luar (bidah dan khurafat) yang masuk kedalam ajaran Islam yang murni.
Sejalan dengan misi yang dibawanya, ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab hampir seluruhnya bertemakan tauhid. Sehingga karya-karyanya yang kita sebutkan diatas hanya digunakan sebagai alat untuk memurnikan tauhid. Artinya, ia mencoba menelusuri berbagai bidang ilmu tersebut, hanya untuk mencari apakah di dalam ilmu-ilmu tersebut terdapat unsur bidah atau tidak.
Inti dari ajaran tauhid wahabi itu antara lain,
- Yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah, dan orang yang menyembah selain Allah telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh.
- Kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut tauhid yang sebenarnya karena mereka meminta pertolongan bukan dari Allah, melainkan dari syekh atau wali dan kekuatan gaib, dan orang islam yang demikian juga telah menjadi musyrik.
- Menyebut nama nabi, malaikat, atau syekh sebagai pengantara do’a juga merupakan syirik.
- Meminta syafaat selain kepada Allah adalah juga syirik.
- Bernazar selain kepada Allah juga syirik.
- Memperoleh pengetahuan selain dari al-Qur’an dan hadis merupakan kekufuran.
- Tidak percaya kepada kada dan kadar Allah juga merupakan kekufuran.
- Demikian pula menafsirkan Al-Qur’an dengan takwil adalah kafir.
Tauhid dalam persepsi Muhammad bin Abdul Wahhab ialah al-Ibadah atau pengabdian kepada Tuhan, selanjutnya ia membagi tauhid dalam hubungannya dengan ibadah atas empat bagian :
- Tauhid Uluhiyyah : tauhid terhadap Allah SWT sebagai Yang Disembah.
- Tauhid Rububiyah : tauhid terhadap Allah SWT sebagai Pencipta segala sesuatu.
- Tauhid Asmaa’ dan Sifat : tauhid yang berhubungan dengan nama dan sifat Allah.
- Tauhid al-Af’al : tauhid yang berhubungan dengan perbuatan Allah.
Menurutnya kebanyakan manusia dimuka bumi ini hanya memiliki salah satu dari tiga bentuk tauhid yang disebutkan terakhir sedang tauhid Uluhiyyah ditolak oleh banyak orang.
Untuk mengimplementasikan ajaranya, Muhammad bin Abdul Wahhab bukan hanya seorang teokretikus melainkan juga seorang pemimpin yang aktif berusaha mewujudkan pemikirannya. Dalam mewujudkan pemikirannya ia mendapat sokongan dari kerajaan Arab Saudi. Paham ini juga menyebar keberbagai negara, seperti India, Sudan, Libya, dan Indonesia. Di Indonesia ajaran ini masuk melalui kaum paderi di Minangkabau.
VI. Mazhab Wahabi dan Politik Arab Saudi
Arab Saudi memiliki tempat yang sangat signifikan di dunia Arab dan Islam. Ini disebabkan statusnya sebagai negara terbesar di semenanjung jazirah arab, kepemimpinannya di Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), dan negara penghasil serta pemilik cadangan minyak terbesar. Lebih dari itu Arab Saudi juga tempat beradanya dua tanah suci, yakni kota Mekkah Al Mukarramah dan Madinah Al Munawwarah, serta Ka’bah di Masjid Al Haram yang menjadi kiblat shalat umat Islam seluruh dunia. Arab Saudi juga dikenal sebagai negara yang menganut sistem monarki mutlak dengan diperintah oleh keluarga Al Saud yang berpijak pada ideologi mazhab Wahabi. Maka, mazhab Wahabi menjadi dasar legitimasi kekuasaan dan pengembangan pengaruh pemerintah keluarga Al Saud di Semenanjung Jazirah Arab. Akan tetapi sejak lahirnya mazhab Wahabi itu sendiri, telah timbul reaksi oposisi dari dalam terhadap mazhab itu lantaran doktrin mazhab Wahabi yang mengkafirkan mereka yang menolak ajarannya. Doktrin itu ternyata menjadi khazanah yang dianut sebagian segmen masyarakat di Arab Saudi dan Semenanjung Jazirah Arab hingga saat ini.Arab Saudi pun dikenal sebagai negara Islam konservatif lantaran sandaran ideologi Wahabinya itu dan dukungannya terhadap lembaga-lembaga Islam. Label Islam konservatif pada negara Arab Saudi itu tercipta pada tahun 1745 menyusul koalisi antara Sheikh Muhammad bin Abdul Wahab (pendiri mazhab Wahabi) dan keluarga Al Saud dan terus berlanjut hingga sekarang. Islam tercantum sebagai agama negara dan sumber hukum. Ajaran Islam versi mazhab Wahabi itulah yang merajut aktivitas pendidikan, hukum, dan dasar etika masyarakat di Arab Saudi. Menurut Sheikh Muhammad bin Abdul Wahab, para ulama bertanggung jawab memperkenalkan dan mensosialisasikan ajaran Islam. Kerja sama ulama dan pemerintah (umara) disebutkan merupakan kewajiban. Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan ajaran agama seperti shalat, zakat, puasa, dan haji. Adapun ulama membantu pemerintah memberi petunjuk bagi pelaksanaan ajaran agama itu.
Hubungan keluarga Al Saud dan para ulama pada abad ke-18 merupakan hubungan kemitraan yang sangat strategis sesuai dengan teori politik Islam tradisional dan prinsip-prinsip yang diletakkan Muhammad bin Abdul Wahab. Hubungan kemitraan yang harmonis antara agama dan negara pada era negara Arab Saudi pertama itu barangkali disebabkan adanya kesamaan tujuan saat itu. Kemitraan strategis itu membuka peluang bagi Sheikh Muhammad bin Abdul Wahab memiliki kekuatan politik untuk penerapan mazhab Wahabi di Arab Saudi. Dalam waktu yang sama, mazhab Wahabi memberi legitimasi agama pada kekuasaan keluarga Al Saud. Mazhab Wahabi memberi doktrin bahwa patuh pada pemerintah merupakan kewajiban agama selama pemerintah itu melindungi syariat agama dan membangkang pemerintah adalah khianat.
Arab Saudi di Semenanjung Arab sejak berdirinya tahun 1932 sesungguhnya diwarnai banyak aksi oposisi terhadap sistem negara dan hegemoni keluarga Al Saud. Kebijakan reformasi pemerintah keluarga Al Saud dan dalam waktu yang sama tetap memegang teguh mazhab Wahabi, mengundang reaksi oposan dari dua kubu sekaligus, yakni kubu sekuler dan konservatif. Dua kubu tersebut sama-sama menuntut dibubarkannya pemerintahan monarki di Arab Saudi.
Meskipun Islam menjadi alat legitimasi kekuasaan keluarga Al Saud, kelompok oposisi Islam muncul pula beberapa tahun terakhir ini. Ada dua kelompok oposisi Islam utama, yaitu organisasi revolusi Islam dan organisasi Ikhwan baru. Mereka sama-sama menuntut berdirinya negara Islam hakiki di Arab Saudi.
Organisasi revolusi Islam didirikan pada akhir tahun 1970-an dan didukung Iran dengan beranggotakan kaum Syiah Arab Saudi. Organisasi tersebut mengadopsi pandangan Imam Khomeini dalam pemerintahan Islam. Anggota organisasi itu sempat menyebarkan pamflet yang bertuliskan "suara rakyat" pada musim haji tahun 1981 di Kota Mekkah.
Adapun organisasi Ikhwan baru telah melancarkan aksinya yang terkenal, yaitu penyerangan ke Masjid Al Haram pada 20 November 1979. Mereka mengutuk Pemerintah Arab Saudi. Peristiwa penyerangan Masjid Al Haram itu mengungkap tiga problem menyangkut hubungan agama dan negara di Arab Saudi.
Pertama, bagaimana cara mengompromikan modernisasi dan kenikmatan ekonomi yang begitu cepat di satu pihak dan komitmen dengan mazhab Wahabi di pihak lain. Kedua, sistem pemerintahan Arab Saudi tidak selalu sesuai dengan aspirasi kelompok radikal Islam. Ketiga, keluarga dinasti Al Saud ternyata mendapat tantangan dari kelompok Islam radikal.
V. Penutup.
Dengan banyaknya aliran mazhab dalam Islam bukan berarti hal itu merupakan bentuk dari kesempitan ajarannya atau bentuk keputus-asaan para tokoh dalam menjawab tantangan hidup melalui teks-teks islam tapi lebih ditekankan kepada kebesaran dan keluasan Islam dan kemampuan para tokoh-tokoh Islam itu sendiri dalam menginterpretasi teks-teks dan mengembangkannya menjadi sebuah pengetahuan baru.Zulkarnain Nasution
Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir

0 comments:
Post a Comment