26 September 2014

KEHARUSAN MORAL untuk MENGAKTUALISASIKAN PANCASILA


Aktualisasi Pancasila adalah menerapkan pengamalan nilai-nilai tersebut dalam hidup keseharian. Dan kita akan terus menjadikan Pancasila sebagai pedoman berbangsa --bangsa Indonesia. Dan Pancasila akan selalu bertahan dan dipakai dalam setiap pengambilan keputusan. Ruang lingkup untuk penerapan aktualisasi pancasila dan UUD 45 anatara lain ruang politik, ekonomi, sosial budaya,  dan hukum di negara Indonesia. 

Dalam kehidupan berpolitik saat ini belum mencerminkan aktualisasi Pancasila dengan benar. Partai politik sering mengabaikan kepentingan rakyat dan mengutamakan kepentingan partai atau golongannya. Nilai-nilai dalam Pancasila menegaskan bahwa politik yang dilandasi kedaulatan rakyat sesuai dengan hak asasi manusia. Karena itu harus diupayakan menjaga system politik yang berkedaulatan rakyat dan demokrasi ini. Selain itu partai politik harus mandiri dalam memperjuangkan kepentingan rakyat serta terus melakukan pendidikan politik dan membangun budaya politik yang demokratis. 

Dalam bidang ekonomi saat ini, terlihat kurang terwujudnya perkembangan ekonomi di Indonesia dikarenakan kurang adanya mekanisme perjuangan pemerintah untuk menyamaratakan derajat pendidikan yang menjadi kendala utama yaitu masalah ekonomi. Biaya yang mahal dan sebagainya. Juga banyaknya kesenjangan sosial dalam masyarakat, baik antara sesama pengusaha atau-pun dengan rakyat biasa. Ekonomi menurut pancasila adalah berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan namun tetap dalam kerangka tujuan bersama untuk memajukan bangsa Indonesia. Jadi walaupun kita menjalankan persaingan bebas dibidang pemasaran dengan menerapkan aktualisasi Pancasila tersebut kita dapat mengatur sendiri bagaimana arti sebenarnya persaingan yang bebas itu tapi tetap dapat mewujudkan bersama cita – cita bangsa. Pengalaman ekonomi haruslah didasarkan dengan azas kekeluargan dan gotong royong. Sehingga interaksi antar pelaku ekonomi sama-sama menguntungkan dan tidak saling menjatuhkan. Aktualisasi Pancasila dalam bidang ekonomi menekankan pada pengembangan kemampuan dasar yang harus berkembang, penggunaan ilmu dan teknologi untuk mengelola sumber daya alam demi kesejateraan rakyat. Dan membangun etos rasa profesionalisme yang tinggi dan pertanggung jawaban terhadap pekerjaannya.

Dalam bidang sosial budaya : aktualisasi Budaya Demokrasi, Budaya Politik dan Budaya Pers mempunyai kendala atau faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaannya, hal ini sangat terasa yang mana penggunaan Sistem Demokrasi,Politik dan Pers yang baik masih sebatas pada teori. Masih banyaknya rakyat Indonesia yang primitif dan kurangnya rasa toleransi terhadap satu unsur budaya denagn budaya lain adalah salah satu pemicu terjadinya kekacauan antar satu-suku dengan suku lain. Dari sini sangatlah di perlukan pengaktualisasi pancasila dan UUD'45 sebagai dasar pedoman pemersatu bangsa.kita janganlah hanya melihat dari sebelah sisi saja terhadap suku budaya lain. Karena dari sana akan terwujud persatuan dari banyaknya perbedaan dibangsa ini.Karena itu aktualisasi pancasila harus bisa mengangkat nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia seperti menghormati martabatnya sebagai manusia, memperlakukan secara manusiawi dan adil sebagaimana tertuang dalam pancasila, sila ke 5 yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, memberi kesejahteraan yang layak bagi manusia dan mempunyai jiwa solidaritas terhadap sesama.

Dalam bidang hukum akhir akhir ini terjadi ekskalasi banyaknya penyalahgunaan kekuasaan, dan tindakan main hakim sendiri diberbagai daerah. Korupsi terjadi dalam segala aspek kehidupan. Karena itu pegembangan hukum haruslah diperuntukan demi terwujudnya keadilan dalam hidup bermasyarakat. Agar benar-benar Negara meletakan pada fungsi yang sebenarnya sebagai suatu negara hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan kekuasaan. Untuk itu pertahanan dan keamanan harus dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai pancasila


Kesenjangan, korupsi yang “membudaya” dan penggelapan keuangan yang terjadi disetiap lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif adalah hari dimana akan lahir sejarah ketidak-percayaan pada ideologi Pancasila. 

Ketaatan Moral Melaksanakan Pancasila

Rasa wajib untuk melaksanakan Pancasila  belum tertanam di dalam diri manusia Indonesia dan belum meresap dalam hati sanubari sebagai sebuah kesadaran, sehingga setiap insan manusia Indonesia belum bersedia melaksanakan Pancasila. Keadaan ini berakar dari belum adanya sumber-sumber yang menunjukkan keadilan secara hakiki dalam realitas hubungan antara masyarakat dan masyarakat dengan negara. Masyarakat melihat contoh-contoh dalam kehidupan nyata mereka bahwa belum ada keadilan buat mereka khususnya bagi masyarakat yang dikelompokkan dalam kelas bawah atau tingkat ekonomi rendah. Mereka inilah yang paling banyak merasakan ketidakadilan baik dalam ekonomi, hukum dan kehidupan sosial lainnya. Bilamana keadilan belum tercipta niscaya sulit untuk meresapi nilai-nilai mulia dalam Pancasila.

Setiap nilai-nilai filosofis dan aktualisasi Pancasila harus dikonkretkan dalam bidang politik, ekonomi, budaya, dan hukum. Memerlukan cara radikal dan keseriusan untuk tidak hanya menjadikan Pancasila sekedar “slogan”, lambang, dan “simbol mati” untuk diparaktikan dalam tatanan politik, ekonomi, budaya, dan hukum. Kesenjangan, korupsi yang “membudaya” dan penggelapan keuangan yang terjadi disetiap lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif adalah hari dimana akan lahir sejarah ketidak-percayaan pada ideologi Pancasila. Ketidakadilan sosial akan terus menggerogoti dan menggerus nilai-nilai Pancasila dari hati sanubari insan Indonesia. Karena itu pendekatan yang dilakukan adalah menjadikan pemerintah menjadi contoh yang bersih untuk melaksanakan amanat rakyat dan terus menunjukkan upaya membangun kesejahteraan masyarakat. Pemerintah harus mampuh melakukan dialogue yang efektif dengan rakyat, membangun kepercayaan dan terus meyakinkan masyarakat tentang nilai-nilai luhur Pancasila sebagai sumber hukum dan tatatertib negara dan bangsa


Implementasi Nilai-Nilai Pancasila

Bobroknya moral dan tatanan bangsa ini sudah demikian luas dan merata di seluruh penjuru tanah air. Dasar dan filosofi pandangan hidup bangsa (welstanschaung) Pancasila, hanyalah sebagai kedok belaka. Sumpah jabatan para aparat negara hanyalah ritual semu dan palsu belaka. Sehingga tak mengherankan kalau korupsi di Indonesia ini 'mustahil' diberantas. Dari tingkat kelurahan hingga Istana Negara telah terjadi kesamaan pola perilaku berkorupsi. Terjadi degradasi dan antitesis dari nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Orang suka jadi beringas, anti sosial, anarkhis dan destruktif. Anasir-anasir yang telah berubah didalam implementasi nilai-nilai ke lima sila sedemikian parah, sehingga kini telah menjadi antitesis dari nilai-nilai Pancasila yang sejati --sebut saja Pancasial. Realita yang ada menunujukkan :
  1. Keuanganlah yang Maha Kuasa 
  2. Kemanusiaan yang Jahil dan Biadab 
  3. Perseteruan bangsa Indonesia 
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Kemunafikan dan Keculasan dalam Permusyawaratan / Perwakilan 
  5. Kebangkrutan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
  • Proses Pembentukan Kepribadian Pancasila ( Hery Nugroho algama, rimanews, 25/12/2011). 
Gejala-gejala diatas bersumber pada kegagalan pendekatan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan ekonomi semata. Pemerintah terlihat lebih focus terhadap angka-angka pertumbuhan, indikator ekonomi makro dan mikro tetapi melupakan aspek sosial apalagi kemanusiaan. Sudah terbukti dalam banyak kasus pendekatan pembangunan di belahan bumi manapun yang mengabaikan aspek mental dan spiritual menciptakan manusia-manusia ekonomikus yang mengutamakan mencari keuntungan ekonomi. Karena itu Pancasila harus dijadikan sebagai kurikulum dan silabus wajib pada seluruh sistem pendidikan nasional, dari jenjang PAUD hingga pascasarjana. Pancasila juga harus dijadikan way of life dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan benegara melalui pemulihan persaudaraan sejati sebagai cerminan Bhinneka Tunggal Ika yang dipelopori kaum cendikiawan, rohaniawan, dan budayawan.


Kesadaran untuk melaksanakan Pancasila

Untuk membentuk ketaatan dan keharusan melaksanakan Pancasila dibutuhkan kesadaran dalam melaksanakan dan mengamalkan Pancasila. Kesadaran ini dibentuk melalui proses bertahap sehingga semakin lama semakin melekat dalam pribadi insan Indonesia. Kesadaran ini berupa pengetahuan tentang sifat-sifat dalam diri manusia. Menurut Kant, pada setiap diri manusia ada kecenderungan berbuat baik dan melaksanakan kewajibannya. Ini yang disebut Kant sebagai humum moral yang datang dari diri sendiri, dari hakikat manusia yang paling dalam. Titik pusat dari teori moral Kant ini adalah kehendak baik. Manusia harus mengiginkan yang baik, yang timbul karena merasa baik. Apabila seseorang bertindak dengan didasari motivasi baik, hasil tindakannya tentu baik tanpa melihat hasil dan konsekuensi yang timbul. Disisi lain menurut Kant, manusia bebas menentukan kehendaknya sekaligus moral mengikat manusia. Namun moral tidak bersifat memaksa. Manusia bebas menerima ataupun menolaknya. Kant menyebukan kekebasan ini sebagai otonomi atau kemandirian manusia. Seseorang dikatakan otonom atau mandiri apabila melakukan sesuatu yang baik demi kebaikannya sendiri. Moral Pancasila disebut otonom karena nilai-nilainya datang dari akal budi manusia Indonesia yang ingin berkehendak baik. 
Krisis pemahaman terhadap Pancasila yang sekarang melanda bangsa Indonesia adalah cermin dari kegagalan atau keterlambatan bangsa Indonesia memahami hakekat globalisasi sebagai bentuk baru dari perkembangan idiologi besar dunia yang merembes kedalam tatanan hidup masyarakat kita yang sangat terbuka.

Kesadaran untuk Melaksanakan Pancasila

Sebagaimana kita ketahui bahwa Pancasila bersifat abstrak umum universal yang membutuhkan penjabaran kedalam norma-norma kenegaraan dan norma-norma moral yang mengatur prilaku warga negara. Dengan demikian norma-norma tersebut dapat diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kondisi paradoks pada berbagai aras kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai akibat derasnya globalisasi, telah menjadikan kurangnya wacana tentang Pancasila baik pada aras politik, budaya dan akademis. keadaan tersebut disebabkan oleh adanya kekacauan epistemologis dalam pemahaman tentang Pancasila. Tawaran yang diajukan untuk me-revitalisasi nilai-nilai Pancasila adalah dengan mengembangkan nilai-nilai Pancasila melalui pengembangan Pancasila sebagai kerangka dasar pengembangan dasar epistemis ilmu; Pancasila sebagai landasan etis bagi pengembangan ilmu; Pancasila sebagai landasan filosofis pengembangan pendidikan yang berkepribadian Indonesia; dan nilai-nilai Pancasila sebagai sumber nilai dalam realisasi normatif dan praksis kehidupan bernegara dan berbangsa. Dengan demikian Pancasila sebagai sebuah system nilai semakin dapat di-elaborasi lebih jauh. Krisis pemahaman terhadap Pancasila yang sekarang melanda bangsa Indonesia adalah cermin dari kegagalan atau keterlambatan bangsa Indonesia memahami hakekat globalisasi sebagai bentuk baru dari perkembangan idiologi besar dunia yang merembes kedalam tatanan hidup masyarakat kita yang sangat terbuka.

Dalam aktualisasi Pancasila dibutuhkan suatu kondisi yang dapat menunjang terlaksananya pengaktualisasian Pancasila, seperti kondisi yang berkaitan dengan sikap warganegara Indonesia dan wujud realisasi nilai-nilai Pancasila. Karena itu perlu disadari bahwa setiap warganegara memiliki kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. 


Sumber Bacaan 
Abdulkadir Besar. 1994. Pancasila dan Alam Pikiran Integralistik (Kedudukan dan Peranannya dalam Era Globalisasi). Yogyakarta: Panitia Seminar “Globalisasi Kebudayaan dan Ketahanan Ideologi” 16-17 November 1994 di UGM.
Bertens. Kess. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Yayasan Kanisius.
Hardono Hadi, P. 1994. Hakikat dan Muatan Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kaelan, 2002, Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Paradigma
M. Nasruddin Anshoriy Ch, Dekonstruksi Kekuasaan: Konsolidasi Semangat Kebangsaan, 2008, Jakarta: Penerbit Pt.LKIS Pelangi Aksara

Zulkarnain Nasution
Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir

0 comments:

Post a Comment