23 December 2019

KHILAFAH Bukan Tujuan Islam

SEPENINGGAL Rasul SAW tahun 632 Masehi para sahabat dengan segala bentuk dinamika yang terjadi saat itu langsung mencari pemimpin yang akan memimpin Negara Islam sebagai pengganti Nabi “Khalifah Lin Nabi” dalam menggerakkan roda pemerintahan di Madinah.

Seketika itu Abu Bakar terpilih menjadi Khalifah pertama yang dianggap mampu menggantikan posisi Nabi sebagai pemimpin umat dalam menciptakan iklim harmonisasi agama dan negara. Sebagaimana disebutkan Syeikh Islam Ibn Taimiyah bahwa maksud dan kewajiban orang yang telah diberi mandat kekuasaan adalah memelihara agama makhluk dan memelihara suatu maslahat dimana agama tidak bisa dijalankan kecuali dengan ornamen yang terkait dengan perkara dunia mereka.

Maka dua fungsi pokok bagi khalifah dalam Islam adalah pertama, menjaga keberlangsungan beragama sesuai pokok-pokok pedoman agama dan kedua, mampu memelihara dan mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat muslim dan yang terkait lainnya.

Umar ibn Khattab pada Thabaqat ibn Sa’ad pernah bertanya kepada para sahabat “apakah saya seorang raja atau khalifah? Sahabat menjawab bahwa Engkau mempertanyakan sesuatu yang kami belum mengenalnya. Selanjutnya Salman memberi jawaban “bila engkau mendapatkan keuntungan berupa finansial dari dunia Islam kemudian engkau menyalurkannya ke tempat yang tidak sepantasnya maka engkau hanyalah seorang raja” kemudian umar pun menangis.

Dalam riwayat lain “Bahwa khalifah adalah tidak akan mengambil kecuali haknya dan tidak akan memberi sesuatu kecuali yang berhak menerimanya” adapun seorang raja selalu menzhalimi manusia mengambil dan memberi dari dan kepada yang bukan berhak.

Kisah Umar tersebut menginspirasi bahwa sebuah khilafah atau kekuasaan dalam koridor negara Islam adalah aplikasi nilai-nilai komprehensif syariah yang memberikan kemaslahatan masyarakat untuk kehidupan dunia dan akhirat mereka. Bila kehidupan dunia sesuai petunjuk syariah sudah bisa dipastikan akan memperoleh kebahagiaan di akhirat. Sebagaimana pada muqoddimah Ibn Khaldun bahwa esensi khilafah adalah pengganti pemilik syariah yang mampu menjaga dinamisasi beragama dan strategi politik bernegara.

Khilafah sebagai Khalifah lin Nabi pengganti fungsi Nabi adalah juga merupakan hakim agung di kalangan kaum muslimin. Istilah Khilafah bermula ketika Abu Bakar di bai’at menjadi Imamah kaum muslimin, kepatuhan kepada imam merupakan kewajiban selayaknya seseorang menjadi makmum kepada imam shalat.

Ketika masuk fase Umar Ibn Khattab sebutan khalifah oleh para sahabat digantikan menjadi Amirul Mukminin, dikisahkan bahwa Amr bin Ash ketika menghadap Umar bin Khattab mengatakan Ya Amirul Mukminin, Umar pun berkata sebutan apakah itu? Engkau “Amiir” dan Kami “Mukminun”.

Pemakaian kata khalifah ataupun khilafah sebagai bentuk dari kekuasaan belum ditemukan di masa hidup Rasul saw tetapi kata Amir seperti amirul juyush yaitu panglima perang, amirul aqalim yaitu penguasa sebuah kota telah menjadi sebutan yang akrab dimasyarakat pada saat itu.

Diriwayatkan dalam sebuah hadis “Barang siapa yang patuh kepada-Ku maka sesungguhnya mematuhi Allah dan siapa yang durhaka kepada-Ku maka sesungguhnya mendurhakai Allah dan barang siapa yang patuh kepada Amir-Ku maka sesungguhnya mematuhi-Ku dan siapa yang durhaka kepada amir-Ku maka sesungguhnya mendurhakai-Ku”.

Pada masa itu belum ada sistem perundangan yang mengatur tapal batas geografis wilayah kekuasaan Khilafah Islam kecuali sebuah keyakinan bahwa perluasan teritorial daerah kekuasaan merupakan misi utama kekhalifahan. Baik pada masa-masa awal Khulafaur Rasydun sampai kepada kejayaan Khilafah Umawiyah di Damasqus dan Abbasiyah di Baghdad, selanjutnya Khilafatah Othoman di Turkey yang eksistensinya di kudeta oleh Kamal Attaturk pada tahun 1924. Seiring runtuhnya Khilafah Othoman Turkey maka berakhir pula sebuah kekuasaan yang menggunakan istilah kekhilafahan dalam kekuasaannya.

Doktrin khilafah oleh kalangan monarchomah (penentang raja) sangat ditentang karena mereka beranggapan bahwa sumber kekuasaan adalah rakyat. Sementara khilafah berpandangan bahwa hak memerintah yang dimiliki para raja adalah berasal dari Tuhan. Para raja mempertanggungjawabkan kekuasaannya hanya kepada Tuhan bukan kepada manusia karena mereka adalah sebagai wakil Tuhan atau bayang-bayang Allah di dunia (khalifatullah fi al-ard, dzillullah fi al-ard).

Paham teokrasi yang berkembang dalam priode raja-raja setelah Khulafa al-rasyidin pada akhirnya melahirkan doktrin politik Islam sebagai agama sekaligus kekuasaan (dien wa daulah) doktrin dominan yang menyatakan bahwa Islam tidak akan memisahkan antara agama dan negara.

Pemerintahan monarki absolut yang dijalankan oleh raja-raja yang berkuasa pada dinasti kekhilafahan Umawiyah, Abbasiyah dan Othoman Turkey direspons oleh segelintir komunitas sebagai  wacana kajian idealis untuk sampai kepada good governance. Kelompok ini sedang bernostalgia dengan good stories peradaban kekhilafahan islam abad pertengahan yang memberikan kontribusi pencerahan knowledge dan social civilization values.

Mereka cenderung apatis terhadap realitas sosial madani moderen yang sedang berjalan harmonis dengan dinamika sentuhan kepentingan partai politik sebagai alat penyalur aspirasi berkebangsaan.

Model pemerintahan demokrasi berdaulat yang mendasarkan kekuasaanya pada pilihan dan kehendak rakyat melalui mekanisme pemlihan umum ingin di restorasi menjadi khilafah.

Sungguh pemahaman khilafah seperti itu sangat mengkhawatirkan dalam perkembangannya karena dogma jihad dalam bentuk kekerasan menjadi bagian penting dalam mencapai tujuan instan kekuasaan. Mimpi negara-negara islam yang sudah berdaulat akan melebur menjadi satu kepemimpinan yang dinamakan khalifah menjadi harapan tegaknya syariah dalam tata kelola pemerintahan. Dogma absolut eksistensi manusia sebagai pemakmur bumi terlupakan oleh perindu khilafah ini  “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya” (QS. Hud: 61).

Tugas Pemakmur bumi itu diperuntukkan bagi orang-orang yang Allah berikan kekuasaan sebagaimana pada QS. Al-Hajj:41 “(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar”.

Perhatian pertama dari Ayat ini memberi penjelasan bahwa Kedudukan (kekuasaan) yang Allah titipkan kepada seseorang semestinya dapat memelihara bangunan agama di masyarakat. Mampu menjaga nilai-nilai spiritual keagamaan tetap melekat dalam bingkai sosial budaya kemasyarakatan yang heterogen. Hal ini tampak pada isyarat ad-dilalah al-ayat perintah mendirikan shalat bagi semua tingkat kekuasaan yang Allah berikan kepadanya.

Isyarat ad-dilalah al-ayat kedua adalah perintah menunaikan zakat, Allah swt dalam hal ini memberikan visi pemimpin harus bersungguh-sungguh meningkatkan tarap hidup ekonomi masyarakatnya. Karena konsep zakat bukan sekadar pemberian orang kaya kepada si miskin tetapi zakat adalah harta yang harus dikembangkan untuk meningkatkan ekonomi sebagai hajat kebutuhan orang banyak.  Ketiga sebagai Isyarat ad-dilalah al-ayat bahwa penguasa dalam memimpin harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan secara berdaulat bagi masyarakatnya. Imbauan ini terlihat pada perintah menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar.

Tiga konsep dasar perintah agama diatas yaitu, penguatan nilai-nilai spiritual, ekonomi dan keamanan secara berdaulat yang harus terwujud di tengah-tengah masyarakat ditujukan kepada semua pemimpin di semua tingkatan, baik itu lembaga pemerintahan,  swasta ataupun ormas kemasyarakatan harus menjadi perhatian serius. Sebagaimana perhatian founding fathers Negara Indonesia yang kita cintai ini dengan merumuskan Pancasila sebagai dasar negara dan cita-cita bangsa ini.

Pancasila sebagai jalan tengah yang dirumuskan tokoh-tokoh muslim dan menjadi konsensus politik bersama memperlihatkan bahwa khilafah bukan tujuan pokok dalam Islam tetapi mengisi dan membentuk sebuah kekuasaan dengan nilai-nilai universal keagamaan merupakan sebuah kewajiban. Dan hal ini harus terus diperjuangkan dengan cara-cara kontemporer yang berlaku dalam konsensus sebuah negara.

Konsensus dalam Kebhinekaan sosial masyarakat bangsa Indonesia harus dipelihara oleh semua anak bangsa. Sebagai manifestasi budaya dakwah Islamiyah rahmatan lil alamin.  Dan sebagai refleksi kekhawatiran malaikat ketika Allah memberitahukan kepadanya  akan menciptakan manusia dimuka bumi "Sesungguhnya aku ingin menjadikan khalifah di muka bumi. Mereka berkata: mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah".(QS. Al-Baqarah:30)

Zulkarnain Nasution
Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir
Artikel ini telah di publish di
https://rmol.id/read/2019/12/21/414457/khilafah-bukan-tujuan-islam

04 December 2019

Peningkatan Kualitas Manasik Haji Indonesia

Banyaknya jemaah haji indonesia dalam melaksanakan proses ibadah haji di Saudi Arabia belum sesuai dengan konsep kemandirian jemaah.
Dan untuk memberi penekanan kemandirian jemaah dalam beribadah maka  Kementerian Agama melaksanakan Sosialisasi Program Peningkatan Kualitas Manasik Haji Indonesia Tahun 1441H / 2020M di Hotel Mercure selama tiga hari dimulai Rabu, Desember 2019.

Setiap tahun kasus jemaah haji terlepas dari rombongannya merupakan konsumsi petugas ketika operasional haji. Seperti lupa jumlah putaran thawaf, dimana posisi bukit shafa marwa ketika bersya'i, bahkan ada juga yang bertanya Kakbah itu berada dimana? padahal Kakbah tepat ada di depannya. Dan banyak lagi kasus ibadah yang menyangkut syarat wajib rukun haji yang dikhawatirkan belum tersempurnakan oleh jemaah haji indonesia dalam proses haji di tanah suci. 

Oleh karena itu prioritas pelaksaan operasional haji tahun 2020 adalah meningkatkan Kualitas Manasik Haji di setiap tingkatan manasik di Kementerian Agama kata Maman Saifullah PLH Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Semua layanan fisik seperti akomodasi, transportasi dan katering dalam operasional haji tahun-tahun sebelumnya selalu meningkat dalam pelayanannya. Tetapi masih kita  temukan beberapa jemaah yang terpisah dari rombongannya kebingungan dalam menyelesaikan tahapan ibadah berikutnya. Arsyad Kasubdit Bimbingan Jemaah Haji menyebutkan agar di tahun berikutnya kita tidak menemukan kasus seperti itu penting untuk diperhatikan dengan meningkatkan kualitas manasik haji maka tema acara ini adalah "Menyongsong Tahun Peningkatan Kualitas Manasik Haji"

Zulkarnain Nasution

Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir

19 November 2019

Esensi Maulid Bukan Sekedar Shalawat

Raudah Nabi
Memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw di beberapa negara menjadi sebuah keharusan yang rutin diselenggarakan pada 12 Rabi’ul Awal setiap tahunnya. Walaupun dibeberapa tempat atau negara islam perayaan maulid nabi dianggap sebuah kreasi baru yang tidak begitu penting untuk dilestarikan. 


Di Indonesia, banyak tradisi yang berkembang dan tercipta dari hasil akulturasi maulid Nabi dimana budaya maulid yang berasal dari timur tengah di kawinkan menjadi budaya lokal oleh pemuka tokoh adat dan ulama. 
Disamping kebiasaan melantunkan shalawatan masih ada beberapa tradisi yang terkait dengan maulid seperti Tradisi Male, menghias telur di masyarakat muslim Bali. Tradisi Meuripee di Aceh, memasak kuah kari bersama. Tradisi grebek maulid berdesakan berusaha mengambil gunungan yang dikeluarkan Keraton di halaman Masjid Besar Kauman, Yogyakarta. 
Adalagi tradisi menyebar uang koin, sebar udikan yang diwariskan dari nenek moyang di Madiun. Tradisi mengarak ratusan paket makanan menggunakan lebih dari 50 unit perahu di Maros, Sulawesi Selatan. Dan masih banyak tradisi lainnya. 
Maulid dalam Penjelasan Ibnu Kastsir berawal diperkenalkan oleh Penguasa Syiah Ismailiyah pada zaman Dinasti Fatimiyah (909-1171) di Mesir. untuk membangun opini publik tentang hubungan genealogi langsung mereka kepada Nabi Muhammad saw. Maka Maulid diciptakan sebagai media Propaganda untuk memperkuat legitimasi kekuasaan dengan menegaskan bahwa keturunan Nabi adalah pemegang otoritas sah untuk memimpin umat Islam. 
Sejalan dengan hadis riwayat Imam Hakim dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi berkata “seyogyanya pemimpin dari Quraish, sebaik-baik Quraish pemimpin yang baik, sejahat-jahat quraish peminpin yang jahat”. 
Dan beberapa hadis pendukung lainnya seperti hadis Imam Bukhori dari Mu’awiyah “sesungguhnya urusan ini (pemerintahan) ada di tangan Quraish” atau hadis Imam Tirmizi dan Nasa’i “Quraish adalah pemimpin umat dalam keadaan baik dan buruk sampai hari qiyamat. Padahal hadis-hadis demikian merupakan pengakuan Nabi pada kekuatan pengaruh dan prestise politik suku Quraish dalam mempertahankan kemaslahatan umat dan suku yang paling berani dalam memberikan perlindungan dari ancaman bangsa lain di saat penaklukan dan invasi antar suku sering terjadi pada waktu itu.
Berjalannya waktu ditengah-tengah kesibukan manusia bahwa maulid Nabi dihubungkan sebagai media pendalaman agama yang menggembirakan untuk lebih mengenal sejarah hidup Rasul saw dan sebagai wujud kecintaan yang tinggi kepada-Nya “tidak beriman salah seorang dari kalian sampai Aku lebih dicintainya daripada  anaknya, orang tuanya dan manusia lainnya” di perkuat lagi dalam QS: 10.58 “Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira”. 
Dalam kitab Addar alMantsur Imam Suyuthi adapun yang dimaksud “Karunia Allah”  (Fadlullah) adalah “ilmu” dan “Rahmat Allah” adalah “Nabi Muhammad”, pemaknaan ini dikuatkan dalam QS: 21.107 “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) “rahmat” bagi semesta alam.  
Hal yang menggembirakan lainnya dari maulid Nabi adalah orientasi kegembiraan bahwa Rasul telah memberikan kita panduan hidup dalam bingkai petunjuk Allah dengan nilai-nilai peradaban budaya luhur yang mengedapnkan supremasi hukum dengan meninggalkan subordinasi kemanusian, bebas dari kekerasan, dan kesesatan budaya masyarakat primitif. Sebuah Peradaban yang telah merubah keganasan masyarakat dunia menuju peradaban Ar-Rahman dan Ar-Rahim penuh dengan kasih sayang antar sesama. Sebagaimana keterangan Ibn Qoyim al-Jauziyah “Syariat itu bangunan dan dasarnya adalah hukum dan maslahat untuk manusia sejak dilahirkan sampai kematian”. 
Syariat Islam secara komprehensif harus menjadi motivasi prilaku masyarakat di Indonesia dalam mencapai kemajuan bangsa dan negara. Agama memerintahkan manusia untuk terus belajar dan mengejar ilmu pengetahuan sebagai pembeda keberhasilan sesama manusia. Kebutuhan membaca menjadi hal prioritas risalah QS: 96.1 “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan”. Sehingga Rasul memintak kepada tawanan perang badar bila ingin bebas dari tawanan perang agar mereka mengajarkan baca dan tulis kepada sepuluh kaum muslimin. 
Seharusnya esensi perayaan maulid menekankan kepada aktifitas baca menjadi budaya literasi yang harus dikembangkan mengikuti kebiasaan pada suatu tempat atau komunitas. Bahkan aktifitas membaca harus menjadi kebutuhan setiap individu bagi masyarakat Indonesia sebagaimana di Finlandia. 
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh organisasi pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan PBB (UNESCO) yang dirangkum dalam laporannya tahun 2016, negara Finlandia menduduki peringkat pertama dunia dengan tingkat literasi paling tinggi. Sedangkan Indonesia hanya peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei. Di negara-negara maju siswa-siswa di sekolah menengah umumnya diberikan target buku yang harus dibaca sebagai salah satu syarat utama untuk bisa menamatkan studinya. misalnya Amerika Serikat memberikan 32 judul buku sebagai bahan bacaan wajib, Jepang 22 buku, dan Singapura sebanyak 6 judul buku. 
Perintah baca dari Allah dilanjutkan dengan wahyu berikutnya agar Nabi Muhammad segera menghilangkan rasa malas-malasan, rasa takut dan pesimis agar bersegera bangkit untuk mengajak manusia merubah pola hidupnya. “Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu beri peringatan!, Dan Tuhanmu, agungkanlah!, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa, tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi berharap memperoleh balasan yang lebih banyak, Dan untuk Tuhanmu bersabarlah. QS: 74.1-7. 
Panggilan wahyu tersebut merupakan esensi maulid Rasul saw. Dimana Nabi langsung mengimplementasikannya dengan kerja keras dan strategi one by one selama tiga tahun. Merubah paham kepercayan politeisme kepada monotheisme, merubah lingkungan yang kotor menjadi bersih, meninggalkan prilaku yang tidak terpuji dan sia-sia, dan meningkatkan rasa sosial yang tinggi tanpa pamrih. Sehingga perubahan masyarakat kecil yang baru tumbuh ini mendapat perhatian luas seantero arab.   
Esesnsi dari maulid Nabi di atas luput dari perhatian yang semestinya menjadi perhatian kita bersama. Slogan-slogan suka membaca, etos bekerja keras, mencintai lingkungan yang bersih, meninggalkan hal yang merusak diri seperti minuman keras dan narkoba dan respon cepat dalam memberikan problem solving terhadap permasalahan sosial seperti kemiskinan, intoleransi dan radikalisme semestinya dimunculkan dalam kegiatan perayaan maulid dan menjadi materi pembumian maulid itu sendiri.
Zulkarnain Nasution
Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir
artikel ini di publish oleh:

10 November 2019

Menteri Agama dan Pemahaman Jokowi pada Tujuan Pokok Syariah

Pertemuan Mina antara Menag dan Menteri Haji Saudi
Sungguh diluar perkiraan masyarakat santri sebelumnya bahwa Presiden RI terpilih Jokowi sudah hampir dapat dipastikan akan memilih Menteri Agama dari background santri baik yang berasal dari partai politik atau dari luar partai politik. Bila dari partai politik bisa dimungkinkan dari seputaran dua partai yang sudah sangat melekat dengan gerakan santri saat ini, yaitu Partai Persatuan Pembangunan yang sudah satu dasawarsa mengawal Kementerian Agama karena kadernya menjadi Menteri Agama yaitu Surya Darma Ali dan Lukman Hakim Saefuddin.
Tentu selama sepuluh tahun ini banyak kebijakan dan keberhasilan yang telah di torehkan dalam kertas putih perjuangan partai berlambang kakbah ini dalam hal memperjuangakan kepentingan masyarakat santri seperti, ditetapkannya tanggal 20 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Semua ini tentu sebagai wujud perhatian luar biasa partai ini dalam mendekatkan diri ke lingkungan masyarakat santri. 
Partai kedua adalah PKB, partai yang memang langsung lahir dari rahim NU ini benar-benar sangat dekat di hati santri sampai-sampai Muhaimin Iskandar selaku Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa ini bergelar sebagai Panglima Santri.
Adapun PKS dan PAN yang juga irisan massa pemilihnya sebahagian dari santri sepertinya jauh panggang dari api untuk mendapatkan kursi menteri agama, mengingat santri di dua partai ini bukanlah dari pesantren-pesantren tradisional atau Salafi yang lebih dikenal dengan istilah pesantren kitab kuning tetapi lebih kepada pesantren moderen yang santrinya hampir tidak mengenal istilah kitab kuning.
Bila dipersefektifkan lebih kepada afiliasi gerakan maka santri yang berada di PPP dan PKB kecenderungannya bergerak di Ormas NU dan adapun santri PAN dan PKS lebih dominan ada di ormas Muhammadiyah.
Dua gelombang massa keormasan inilah yang selama Republik ini mempunyai kementerian agama bergantian menjadi Menteri Agama. Dan NU sebagai ormas terbesar bahwa kadernya lebih sering mendapat kerpercayaan untuk menduduki jabatan Menteri agama terutama dua dasawarsa terakhir.
Penantian dua ormas besar ini akan siapa bakal dipilih Presiden sebagai Menteri Agama ternyata diluar ekspektasi keduanya. Jokowi memecah trasdisi penantian NU dan tidak pula mengalirkannya ke Muhammadiyah tetapi justru Menteri Agama diturunkan dari purnawirawan TNI seorang Jenderal kelahiran Aceh. Sudah barang tentu gemuruh petir, angin statmen mengiringi kemunculan tokoh kontroversial ini. Apalagi kemunculan menag disentuh dengan pernyataan tugas dari jokowi yang terkait dengan Radikalisme, membangun ekonomi Umat, Industri halal saya kira, dan terutama haji berada di bawah beliau," ujar Jokowi saat mengenalkan Menteri Indonesia Maju di Kompleks Istana Kepresidenan. 
Sepertinya Jokowi memahami betul suasana kebatinan pada tiap-tiap ormas ini sehingga beliau mengambil langkah tengah dengan menunjuk Jenderal sebagai Menteri Agama di Kabinet Indonesia Maju saat ini. Mengingat agama adalah perekat nilai-nilai kebangsaan ditengah-tengah masyarakat yang berbeda suku bangsa dan agama ini, agar lebih mengedepankan toleransi  terhadap perbedaan kemajemukan sebagai ciri khas bangsa ini.
Karena itu pula mungkin di khutbah jumat pertamanya di istiqlal tanggal 1 November Menteri Agama lebih kepada menekankan toleransi ditengah-tengah perbedaan bangsa ini sambil mengingatkan kembali cita-cita sumpah pemuda sebagai perekat kesatuan.
Facrul Razi bukanlah satu-satunya menag yang berasal dari militer di tubuh kementerian agama, ada alamsyah Ratu perwiranegara dalam Kabinet pembangunan III tahun 1978 sd 1983. Pada saat menjabat selalu rutin mengunjungi sekolah keagamaan dan menumbuhkan serta mengatur memajukan politik agama.
Ada pula Tarmizi Taher menteri agama pada kabinet VI tahun 1993 sd 1998. Sangat bersemangat menciptakan kader sebagai manager profesional, intelektual dan pemimpin umat dengan selalu mengirimkan tenaga di IAIN dan kemenag belajar ke dunia barat.  
Rekam jejak dua jenderal sebelumnya memberi pengaruh signifikan dalam keberlanjutan kemenag sebagai rumah besar semua agama dan semua ormas tentu dengan kamar keberagaman yang ada tanpa memaksakan satu kelompok mendominasi kelompok lainya.
Pertemuan Mina di Kantor Menteri Haji Saudi 

Umat islam menjadi “umatan wasatha” umat tengah yang adil dan mampu membuka diri terhadap hal-hal yang berbeda, baik itu berbeda agama apalagi sekedar berbeda ormas. “Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agar Rasul (muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) Kamu. QS: 2/143. 
Kata Syuhada dalam ayat diatas mempunyai maksud bahwa manusia sebagai pencipta peradaban tengah yang tidak terlalu kekiri dan tidak pula terlalu kekanan. Dimana peradaban ini dapat memelihara lima hal: 
pertama, menjaga agama dari kesesatan dalam bingkai toleransi QS: 23.71.
Kedua, menjaga pelestarian diri dengan mengedepankan hak asasi manusia QS: 6.151.
Ketiga menjaga keselamatan akal pikiran dengan meningkatkan dan memudahkan akses ilmu pengetahuan dan pendidikan sebagai penajaman nalar intelektual bangsa dan menjauhkan akal tercemar narkoba QS: 5.90.
Keempat, menjaga keturunan dengan mengedapankan nilai-nilai moral dalam berinteraksi sosial, menjauhkan hubungan seks bebas QS: 4.3.
Terakhir kelima, menjaga stabilitas ekonomi umat dengan selalu memperhatikan kehalalannya dan memotivasi umat untuk giat mencari harta sebagai penopang kehidupan karena untuk dapat menyempurnakan rukun islam pun perlu istithoah harta. QS: 4.5.
Lima tujuan pokok syariah agama diatas mungkin menjadi pemahaman Presiden Jokowi untuk dapat diwujudkan secara membumi oleh nahkoda baru kementerian agama yang baru saja dilantik yaitu Jenderal Fachrul Razi???.     
Zulkarnain Nasution
Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir
Tulisan ini pernah di publish oleh:
https://www.genial.id/read-news/menteri-agama-dan-pemahaman-jokowi-pada-tujuan-pokok-syariah

08 November 2019

Menag Dan Pelarangan Cadar

BELAKANGAN ada keresahan di masyarakat atas rencana Menteri Agama Fachrul Razi melarang pengguna niqab atau cadar untuk masuk ke instansi milik pemerintah demi alasan keamanan. Walaupun rencana itu masih dalam bentuk wacana kajian agar nantinya ditetapkan melalui Peraturan Menteri Agama.

Pernyataan Menag yang disampaikan saat sambutan pada acara 'Loka Karya Peningkatan Peran dan Fungsi Imam Tetap Masjid' di Hotel Best Western, Mangga Dua Selatan, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Rabu (30/10), bukan berarti melarang penggunaan cadar di luar instansi pemerintahan. 

Terlepas dari itu, opini soal cadar ini berkembang menjadi konsumsi diskusi akal sehat, atau ada yang mengembangkannya menjadi isu politik untuk dapat digiring dan digoreng dalam upaya mendiskreditkan Menteri Agama.
Apalagi bila dihubungkan dengan awal dilantiknya Menteri Agama di luar ekspektasi yang tak lazim selama dua dekade sebelumnya, dimana para menteri di Kementerian Agama berlatar belakang santri sedangkan beliau Purnawirawan Jenderal yang luput dari berita dan sentuhan kegiatan keagamaan dalam perjalanan kariernya. Maka dikembangkanlah isu sekan-akan Menag tidak cakap dalam memimpin Kementerian Agama lima tahun ke depan.

Sebagai seorang muslim, dalam merespons polemik soal cadar ini, apakah merupakan substansi ajaran agama atau hanya wilayah khilafiyah, kita harus merujuk kepada Al-Quran sebagai sumber ajaran agama Islam. Dalam Al-Quran ada beberapa kata yang berhubungan dengan pakaian wanita.

Pertama adalah kata "khumur" yang terdapat dalam Surah An-Nur:31. "Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung (khumur) ke dadanya..." Khumur dalam pengertian Bahasa Arab adalah tirai atau penutup. Dalam ayat ini perintah menutup yang diserukan kepada wanita muslimah ada pada sekitaran dada mereka. Dimana kain penutup atau sejenisnya mampu menutupi sekitar dada mereka yang berbeda bentuk dan fungsi dengan pria tersebut.

Karena perintah wahyu ini tidak menunjukkan kepastian apakah makna khumur dalam ayat ini adalah sebuah kain atau sejenisnya yang menutupi atas kepala sampai ke dada atau penutup yang hanya menutupi sekitar dada saja, maka mufassir berbeda dalam mengartikan batas kain penutup ini.  

Kedua, "hijab" sebagaimana terdapat dalam Surat Al-Ahzab: 53. "Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir (hijab). Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka..." Sungguh ayat ini membuka sisi sosial Nabi kepada sahabat Ahlu Suffah. Mereka adalah kelompok sahabat yang fakir miskin tidak mempunyai rumah bertempat tinggal kecuali di seputaran halaman masjid seperti Abu Hurairah, Salman Alfarisi dan lain lain. 

Maka sahabat yang dikenal dengan Ahlu Suffah ini selalu makan dan minum di rumah Rasul yang dipersiapkan oleh isteri-isteri Nabi yang bersebelahan dengan masjid itu. Terkadang di saat-saat waktu makan, Rasul SAW tidak berada di rumah karena kesibukannya dalam menyebarkan dakwah Islam. Maka Allah perintahkan kepada orang-orang beriman untuk memakan makanan yang disajikan oleh isteri-isteri Nabi tanpa menunggu atau berlama-lama di rumah Nabi apalagi bercakap-cakap setelah makan. Karena itu Allah memberi perintah agar meletakkan hijab atau tabir ketika mereka memintak kebutuhan makan dan minumnya.

Dalam hal ini sebahagian besar ulama berpendapat bahwa yang dimaksud hijab dalam ayat ini adalah batas-batas moral yang dibangun Al-Quran dalam interaksi sahabat dengan para isteri Nabi. Bangunan moral itu harus dalam bingkai kejujuran, penghormatan dan niat baik ketika masuk ke rumah Nabi bukan bermaksud lain selain hanya ingin memintak makan dan minum. “Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka."

Ketiga, kata "jalabib" yang terdapat dalam Surat al-Ahzab: 59. "Wahai Nabi, katakanlah terhadap istri-istrimu, anak-anakmu, dan istri-istri orang-orang yang beriman (agar) mereka mengulurkan jalaabib mereka. Demikian itu, supaya mereka lebih mudah dikenal dan tidak disakiti. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Imam As-Suyuthi menyebutkan bahwa penyebab turunnya ayat di atas adalah suatu hari, istri Nabi keluar karena suatu keperluan. Dahulu menggunakan kain penutup kepala belum begitu populer. Kemudian ternyata ada sekelompok orang nakal yang mengganggu mereka. Mereka yang digoda itu mengadu ke Rasulullah. Dengan turunnya ayat ini, mereka diperintahkan untuk menutupi kepala hingga dada agar mudah dikenal, serta terhindar dari gangguan laki-laki yang nakal.

Dalam pengertian lain bahwa makna jalabib adalah perubahan cara berpakaian yang lebih baik dan rasional sehingga berbeda dengan pakaian yang mereka pakai sebelum menjadi muslimah agar tidak memberi kesempatan buat orang munafik mengganggu mereka karena penampilan senonoh.
Sementara kata "cadar" atau "niqab" (penutup wajah) tidak ada penjelasannya dalam Al-Quran. Kecuali hanya ditemukan dalam fatwa ijtihad ulama terkait potongan ayat 31 dari Surat An-Nur, "Kecuali yang (biasa) nampak dari padanya". Padahal seharusnya tidak perlu dipaksakan menjadi kewajiban bagi kaum muslimah. Selain itu ditemukan pula dalam sebuah Hadis Ibn Majah bahwa Aisyah berkata beliau pernah ber-"tanakkur" (menyamarkan diri) dengan memakai niqab atau kain penutup wajah.

Dengan demikian, bila merujuk dari perspektif di atas dapat dipahami bahwa pelarangan memakai cadar dalam instansi milik pemerintahan oleh Menteri Agama tidak melanggar syariah. Justru memberi bangunan positif untuk umat Islam yang sekarang lagi terfitnah atas ulah oknum yang melakukan pemboman, pencurian, dan terakhir ingin melakukan pembunuhan mantan Menko Polhukam Wiranto dengan memakai cadar. Bila keadaan ini dibiarkan mungkin saja akan menimbulkan hujatan terhadap Islam di hari-hari ke depan.


Zulkarnain Nasution 
Alumni Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.


pernah dimuat pada:
SELASA, 05 NOVEMBER 2019, 13:58 WIB
https://rmol.id/read/2019/11/05/409012/menag-dan-pelarangan-cadar

20 August 2019

Belajar Ilmu Hadis (1)


Hadis di definisikan secara Etimologis:
      Adalah sesuatu hal yang baru,  pembicaraan yang terucap dan dapat disampaikan melalui gambar dan tulisan, memiliki beberapa kesamaan seperti Khabar yang berarti berita, atau Atsar yaitu merupakan peninggalan atau sesuatu yang tersisa.

Definisi Hadis secara Deskriftip :
Menurut Jumhur Ulama hadis adalah semua yang di nisbatkan kepada Nabi, baik merupakan perkataan, perbuatan, pengakuan (report), dan pensifatan.
Adapun Hadis dan Khabar, adalah hal-hal yang diriwayatkan melalui Rasul, dan Atsar adalah sesuatu yang diriwayatkan melalui sahabat dan tabi’in.

Definisi Mustholah al-Hadis ;
Ilmu yang mempelajari tentang sanad hadis dan matan hadis sekiranya dapat diterima atau ditolak. Termasuk di dalamnya ilmu hadis riwayat (mempelajari alur rangkaian periwayat) dan ilmu hadis dirayah (mempelajari kwalitas perawi dan materi hadis), adapun yang dimaksud sanad adalah Perawi sunnah (transformer hadis) kemudian mengaitkan dirinya ke orang yang diatasnya.  

Mustholah al-hadis terbagi kepada 
a) Ilmu hadis riwayat :
Studi sanad hadis dan rangkaian personal sanadnya. yaitu Kajian secara khusus akan ketersambungan hadis-hadis dengan Rasul dari segi orang-orang yang meriwayatkan hadis, dari segi kekuatan hafalan dan ketaqwaan perawinya, hubungan perawi dengan sanad apakah dalam keadaan tersambung atau terputus, dan berfokus obyeknya atas kata-kata Nabi saw dari segi kesahihan dan kedalaman sumbernya dari Rasul.

      b) Ilmu hadis dirayat :
Studi matan hadis, spesial pembahasan makna yang dapat dipahami dari kata-kata hadis, dan makna tersebut sesuai bagi kaedah-kaedah bahasa dan ketentuan syariah, bersesuaian juga  dengan keadaan Rasul. Dan fokus kajian Dirayah adalah hadis-hadis Nabi dari segi dalil-dalil hadis yang berhubungan dengan pemahaman dan hal yang dimaksud.
  
Beberapa Istialah Dalam Ilmu Hadis :
  • Sanad : adalah alur perawi yang sampai ke matan hadis
  • Isnad : berita seputaran matan atau cerita tentang perawi hadis
  • Mukhrij : penyebutan riwayat hadis 
  • Muhaddis : seorang yang menguasai rangkaian alur perawi, nama-nama perawi dan                    matan hadis 
  • Hafiz : seseorang yang menghapal seratus ribu matan hadis beserta sanad secara mendalam
  • Hujjah : seseorang yang hapalannya mendekati tiga ratus ribu hadis
  • Hakim : seseorang menguasai seluruh hadis yang diriwayatkan dari segi matan, sanad, jarah (tercacat), takdil (menilai adil).  
Zulkarnain Nasution
Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir


14 August 2019

HAJI; Bergerak di hari yang sama menuju ke tempat yang sama


Pertemuan Bilateral antara Menteri Agama Republik Indonesia dengan Menteri Haji dan Umarah Kerajaan Arab Saudi Muhammad Saleh bin Thahir Banten pada 10 Zulhijjah 1440H / 11 Agustus 2019 di Istana Mina memberikan kejutan bagi saya secara pribadi. Mengingat dalam pertemuan tersebut ada pernyataan beliau yang menggelitik hati saya bahwa dalam perhelatan haji sebagai rukun islam bagi ummat Islam dunia tentu ini merupakan suatu hal yang sangat diharapkan dan di nanti-nanti semua orang, baik orang itu berangkat sebagai jemaah atau masyarakat yang mengikuti berita perkembangan tanah suci ini, sudah tentu ingin mendapatkan pelayanan terbaik dari kami. Untuk itu Kementerian Haji akan terus melakukan inovasi-inovasi dalam menyempurnakan pelayanan bagi jemaah haji. 



Dalam berinovasi peningkatan layanan tidak serta merta memuaskan semua pihak karena jemaah haji yang datang ke tanah suci ini berbeda strata sosial dan budaya, sejumlah jemaah berasal dari letak geografis pegunungan desa di pedalaman hutan jauh dari industri peradaban moderen dan sejumlah lain datang dari masyarakat yang sudah terbiasa mendapat layanan dengan fasilitas bintang lima dan mereka ini dalam jumlah  yang besar yaitu tiga juta jemaah. Sungguh tidak terbayangkan tiga juta kuantitas jemaah yang berbeda strata sosial dan budaya itu harus mendapatkan kualitas pelayanan maksimal di saat hari yang sama ke tempat tujuan sama dimana ditempat itu harus tersedia fasilitas dasar seperti trasnsportasi, akomodasi, makan, minum, air, listrik dan lain-lainnya. Hal inilah yang terus menjadi pemikiran kami agar jemaah-jemaah ini mendapat layanan dalam standar minimal yang mempertemukan dua perbedaan peradaban kelas sosial tersebut.    

Hasrat untuk meningkatkan pelayanan tersebut sungguh menjadi pemikiran serius yang terus kami lakukan saat ini seperti eksperimen di Mina  pembangunan kemah dua tingkat dan mengisinya dengan dua tingkat kasur untuk jemaah yang berasal dari asia selatan tetapi setelah dilakukan penelitian oleh Instansi Pertahanan Sipil Kerajaan Saudi, sementara menolak proyek sistem layanan seperti itu dengan alasan penolakan utama adalah terkait keselamatan jemaah haji itu sendiri seandainya terjadi kebakaran dan alasan lainnya.  


Pada akhirnya Menag Lukman Hakim Saefudin memberikan apresiasi atas layanan yang telah diberikan Kementerian Haji kepada jemaah di tahun ini, Beliau menemukan ada perbedaan yang signifikan layanan kebersihan yang cukup memuaskan dibanding dengan tahun seelumnya dan mensupport proyek pembangunan layanan di Arab Saudi. Dan selanjutnya pertemuan di akhiri dengan ramah tamah makan malam.

Zulkarnain Nasution
Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir