Perubahan yang signifikan membuat para KUA se-Indonesia terkaget-kaget untuk meninggalkan tradisi lama ke tradisi baru. Tradisi lama dalam pelayanan nikah di KUA hanya membayar PNBP rp. 30.000 saja dalam biaya pencatatan nikah. Tetapi sering sekali masyarakat yang dilayani memberi amplop tambahan usai prosesi aqdunnikah. Sehingga para penghulu nyaman dengan kebiasaan itu karena tanpa di mintak pun masyarakat sudah memahami itu. dan belum afdhal rasanya bagi masyarakat jika penghulu tidak membawa bingkisan sepulang dari proses pernikahan. Karena itu pula setiap kali pendaftaran nikah justru masyarakat itu langsung bertanya kepada KUA "kira kira biasanya berapa Pak?". Dan pertanyaan itu pula terkadang dimanfaatkan oleh oknum di KUA untuk mendapatkan untung yang berlebih dari kebiasaan nya. Akibat nya terjadi keresahan di masyarakat terutama masyarakat yang tidak mampu mengikuti pasaran di tempatnya. Ironisnya lagi oknum mudin di desa ikut-ikutan menarik jasa berlipat-lipat agar mendapatkan keuntungan dari kebahagiaan orang menikah dengan mengatas namakan KUA. Akhirnya penilaian negatif "KUA koruftor" melekat di tubuh KUA, terutama di era belakangan ini dimana semangat penghakiman gratifikasi merupakan musuh bersama di negara ini.
Sebelum image menyakitkan itu terus melekat pada KUA maka pemerintah mengeluarkan PP 19 tahun 2015 tentang biaya PNBP nikah Rp. 0 jika nikah di KUA di saat jam dinas kantor dan paslon nikah miskin atau kena musibah. Maka diluar keadaan itu calon pengantin membayar rp 600.000 ke rekeing pemerintah melalui bank yang ditetapkan.
Dari peraturan itu jelas bagi penghulu akan mendapat honor dan transport yang akan di transfer sesuai jumlah pernikahan di KUA masing-masing. Tak luput kesejahteraan menghampiri para penghulu tanpa perlu mengkondisikan lagi calon pengantin dengan jurus-jurus jitu KUA sebelumnya karena telah diatur langsung oleh peraturan pemerintah yang sudah berpihak kepada KUA dan tentu memberikan kepastian biaya kepada masyarakat.Para penghulu sangat merasakan manfaatnya karena pada dasarnya mereka juga adalah bagian dari masyarakat yang perlu terpelihara nama baiknya. Sekarang KUA menunggu perbaikan-perbankan berikutnya terang Drs. Nurkhamid, M.Ed Kabid Bimas Islam Kanwil Kementerian Agama Prov. Bali dalam acara Temu Konsultasi Kepenghuluan yang dilaksanakan di Aula Kemenag Prov. Bali.
Nurkhamid menambahkan bahwa KUA adalah garda terdepan dalam pelayanan Kementerian Agama di tingkat kecamatan yang berhadapan langsung dengan stakeholder. Oleh karena itu Kementerian Agama akan dinilai baik jika di tingkat bawah pelayanan dapat maksimal pro rakyat terutama menyangkat tugas pokok KUA itu sendiri. Walaupun kita menyadari bahwa KUA sangat minim fasilitas dan anggaran tetapi jangan membuat surut perjuangan dalam ikhlas beramal.
Zulkarnain Nasution
Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir
08 December 2015
Subscribe to:
Post Comments (Atom)

0 comments:
Post a Comment