 |
| Kubah Bundar Gereja Immanuel Jakarta |
Puncak gedung Gereja Immanuel memberikan tampilan yang indah dalam bentuk Kubah bundar menjadikan salah satu ciri khas gaya klasisisme yang dimiliki.
Bagi penumpang Kereta Api, pemandangan ini bisa terlihat dari atas ruang tunggu keberangkatan Stasiun Gambir. Bila menoleh pandangan ke sebelah timur stasiun akan tampak kubah bulat gereja dan dari sebelah barat akan terlihat Monumen Nasional yg menjulang tinggi dengan hamparan taman yg luas.
Perhatian saya fokus pada Kubah bulat yang menjulang tinggi menghiasi langit Jakarta. Dihiasi dengan hiasan plasteran bunga teratai dengan enam helai daun. Bunga yang dipercaya merupakan sebuah simbol yang menyimbulkan tentang dewi cahaya di Mesir Kuno.
Kubah yang berbentuk bulat itu juga berfungsi mengumpulkan cahaya kemudian dipancarkan keseluruhan interior yang memberikan kesan dramatis pada setiap titik sudut gereja.
Gereja yang sudah dibangun sejak tahun 1834 oleh kolonial Belanda merupakan salah satu gereja tertua di Jakarta dengan kekhasan arsitekturnya yang menampilkan gaya Yunani Italia, Berlin dan ciri Khas Negeri Kincir Angin Brlanda.
Bila ditelusuri lebih dalam lagi gereja ini punya cerita tersendiri dalam beradaptasi dengan lingkungan sekitarannya. Halaman belakang gereja saat ini dihuni oleh masyarakat pribumi dan masyarakat urban yang mengadu nasib di Jakarta. Terdapat sebuah Mushalla ditengah-tengah padatnya pemukiman penduduk.
Menurut informasi dari salah seorang warga yang sudah turun temurun menetap di area tanah belakang gereja Bahwa dulu ketika masa kolonial Belanda hanya keluarga para jawara yang bergabung bersama Belanda yang diperbolehkan tinggal di tanah itu. Dan para jawara ini berasal dari keluarga Betawi Depok yang akhirnya karena satu alasan dan hal lainnya sebagian dari keturunan mereka mengikuti proses ibadah di gereja.
Berjalannya waktu, tanah luas milik gereja itu menjadi tempat garapan kaum urban dari penjuru Indonesia yang ingin mengadu nasib di Jakarta. Di atasnya telah berdiri bangunan rumah, kos-kosan dan kontrakan. Sewa menyewa dan tukar guling kepemilikan bangunan menjadi hal yang lumrah dapat disaksikan kapan saja.
Corak budaya, suku etnis dan agama menjadi satu kesatuan kemajemukan masyarakat kampung yang diberi nama Kampung Pejambon saat ini. Mereka sangat sadar bahwa tanah yang mereka tempati adalah milik gereja yang kapan saja dapat diambil gereja.
Apalagi Gereja beserta tanahnya pada tahun 1988 telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Dan menurut kabar tanah yang sekarang mereka tempati telah berpindah hak kuasanya kepada TNI AD sejak Juni tahun 2013.
Gereja Immanuel yang sudah ditetapkan menjadi cagar budaya, memberitahu kepada masyarakat seluruh dunia betapa toleransi dan harmonisnya masyarakat bangsa ini. Bangunan gereja yang dibangun Belanda itu tidak serta merta di hancurkan karena rasa kebencian terhadap Belanda yang telah menjajah Indonesia selama 3.5 abad lamanya.
Selama tiga ratus tahun Belanda menikmati kekuasaannya dengan menanamkan penderitaan bagi masyarakat Indonesia yang teraniaya, dirampas dan diperkosa hak-haknya. Hal itu semua tidak membuat dendam yang berkepanjangan bagi bangsa ini.
Begitupun angkatan perang KNIL Belanda, banyak anggotanya yang berasal dari pribumi Indo Hindia Belanda dapat di maafkan dan diajak bergabung bersama-sama seluruh rakyat Indonesia dalam mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sangat banyak simbol-simbol toleransi pada bangsa Indonesia yang dengan mudahnya terlupakan oleh generasi pembangunan millennial saat ini. Dimana kebersamaan dan rasa persaudaraan yang saling melindungi dan memberi maaf sangat sulit terlaksana. Hanya karena ego sentris suku etnis kepercayaan.
Dengan mudah dapat ditemukan taring kuasa komunal dari suku, etnis dan agama mayoritas menghegemoni yang minoritas. Terlebih-lebih organisasi kemasyarakatan dimanfaatkan juga oleh oknum tertentu untuk lebih menggenggam kue kemerdekaan. Sebagai contoh saat ini di Papua, KKB terang benderang mengusir suku, etnis dan agama berbeda dari tanahnya hanya karena demi kue kekuasaan.
Perlu diingat bahwa buah kemerdekaan dari pendiri bangsa adalah konsensus Negara Pancasila merupakan buah pikir dan asah hati keluhuran masing-masing mereka. Mendahulukan kepentingan bersama tanpa meninggalkan nilai-nilai relegiusitas pemeluknya.
Mayoritas merendahkan ego sentrisnya kepada minoritas hanya demi tercapainya hidup rukun bersaudara setanah air, sebangsa dan sebahasa menuju Indonesia satu dan jaya.