24 December 2015

Buku Program Muhammadiyah Bali 2015-2020




Buku Program Muhammadiyah Bali 2015-2020, yang dibagikan kepada peserta MUSWIL XI Muhammadiyah Bali merupakan panduan langkah kerja Muhammadiyah Wilayah Bali dalam lima tahun ke depan.

Buku ini di bagikan saat MUSWIL XI hari ini (24-25 Desember 2015) di San Quest Hotel, Mahendradata - Denpasar, Bali. Untuk konten lebih lengkapnya bisa anda baca pada e-book, atau bisa men-download-nya bila diperlukan.

Buku Panduan Rapat MUSWIL IX MUHAMMADIYAH BALI 2015-2020




Hari ini, 24-25 Desember 2015 telah mulai dilaksanakan MUSWIL XI Muhammadiyah Bali 2015-2020 di San Quest Hotel, Mahendradata Bali. Dan berikut adalah Buku Panduan Persidangan MUSWIL XI  Muhammadiyah Bali 2015-2020. Silahkan download e-book-nya bila diperlukan.

20 December 2015

SPEAM: Pesantren Mengantar Santri Cerdas dan Berbakat

Sungguh membuat terharu bagi wali santri Sekolah Pesantren Enterpriner Al-Ma'un Muhammadiyah (S-PEAM) Pasuruan melihat anaknya melantunkan ayat-ayat suci yang dihafalkan selama enam bulan di pondok. Tetesan air mata tak tertahankan dari wali santri seiring anak santri lainnya menampilkan potensinya masing-masing. Dari mulai hafalan alQuran, pidato, drama, lagu, dengan bahasa inggeris arab, serta ada juga yg menjajakan produk usaha yg dihasilkan santri sebagai wujud menumbuh kembangkan jiwa enterprinershif pada santri di acara pelepasan libur semester.

Pada acara pelepasan libur semester santri SPEAM tahun ini para wali santri oleh pengurus diajak untuk  ikut serta dalam membesarkan Pesantren ini dengan rasa optimis, dengan doa dan shalat tahajjud agar anak-anaknya berprestasi sesuai harapan. Begitu pun para pengurus SPEAM dapat menjalankan dan meningkatkan program yang sudah disepakati sebagai target pesantren dan dapat mewujudkan prasarana yang lebih memadai terutama dalam menyambut tahun ajaran baru ke depan.

Wali Santri seperti nya sangat bahagia melihat performance anaknya dalam acara pelepasan tersebut. Kebahagiaan itu terpancar dari senyuman dan mata yang berkaca-kaca. Sehingga ajakan pengurus kepada wali santri untuk membesarkan Pesantren ini secara bersama langsung disambut dengan mengucap hamdalah bersama.

Ada hal yang menarik dari metode pembelajaran di pesantren ini bahwa pembelajaran alQuran dan kitab kuning dapat dipelajari bersamaan di pesantren ini dengan menggunakan metode TAMYIZ. Metode ini dianggap mampu memutus waktu yang panjang dalam mempelajarai bahasa arab dengan waktu sesingkat-singkatnya. Santri sambil bernyanyi menghafalkan kaedah bahasa arab yang langsung diaplikasikan melalui baca dan hafalan alQuran. Metode yang belum ada di tempat lainnya. Sukses terus ...

Zulkarnain Nasution

Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir

08 December 2015

KUA: Tolak Gratifikasi!!!

Perubahan yang signifikan membuat para KUA se-Indonesia terkaget-kaget untuk meninggalkan tradisi lama ke tradisi baru. Tradisi lama dalam pelayanan nikah di KUA hanya membayar PNBP rp. 30.000 saja dalam biaya pencatatan nikah. Tetapi sering sekali masyarakat yang dilayani memberi amplop tambahan usai prosesi aqdunnikah. Sehingga para penghulu nyaman dengan kebiasaan itu karena tanpa di mintak pun masyarakat sudah memahami itu. dan belum afdhal rasanya bagi masyarakat jika penghulu tidak membawa bingkisan sepulang dari proses pernikahan. Karena itu pula setiap kali pendaftaran nikah justru masyarakat itu langsung bertanya kepada KUA  "kira kira biasanya berapa Pak?". Dan pertanyaan itu pula terkadang dimanfaatkan oleh oknum di KUA untuk mendapatkan untung yang berlebih dari kebiasaan nya. Akibat nya terjadi keresahan di masyarakat terutama masyarakat yang tidak mampu mengikuti pasaran di tempatnya.     Ironisnya lagi oknum mudin di desa ikut-ikutan menarik jasa berlipat-lipat agar mendapatkan keuntungan dari kebahagiaan orang menikah dengan mengatas namakan KUA. Akhirnya penilaian negatif "KUA koruftor" melekat di tubuh KUA, terutama di era belakangan ini dimana semangat penghakiman gratifikasi merupakan musuh bersama di negara ini.
Sebelum image menyakitkan itu terus melekat pada KUA maka pemerintah mengeluarkan PP 19 tahun 2015 tentang biaya PNBP nikah Rp. 0 jika nikah di KUA di saat jam dinas kantor dan paslon nikah miskin atau kena musibah. Maka diluar keadaan itu calon pengantin membayar rp 600.000 ke rekeing pemerintah melalui bank yang ditetapkan.
Dari peraturan itu jelas bagi penghulu akan mendapat honor dan transport yang akan di transfer sesuai jumlah pernikahan di KUA masing-masing.  Tak luput kesejahteraan menghampiri para penghulu tanpa perlu mengkondisikan lagi calon pengantin dengan jurus-jurus jitu KUA sebelumnya karena telah diatur langsung oleh peraturan pemerintah yang sudah berpihak kepada KUA dan tentu memberikan kepastian biaya kepada masyarakat.Para penghulu sangat merasakan manfaatnya karena pada dasarnya mereka juga adalah bagian dari masyarakat yang perlu terpelihara nama baiknya. Sekarang KUA menunggu perbaikan-perbankan berikutnya terang Drs. Nurkhamid, M.Ed Kabid Bimas Islam Kanwil Kementerian Agama Prov. Bali dalam acara Temu Konsultasi Kepenghuluan yang dilaksanakan di Aula Kemenag Prov. Bali.
Nurkhamid menambahkan bahwa KUA adalah garda terdepan dalam pelayanan Kementerian Agama di tingkat kecamatan yang berhadapan langsung dengan stakeholder. Oleh karena itu Kementerian Agama akan dinilai baik jika di tingkat bawah pelayanan dapat maksimal pro rakyat terutama menyangkat tugas pokok KUA itu sendiri. Walaupun kita menyadari bahwa KUA sangat minim fasilitas dan anggaran tetapi jangan membuat surut perjuangan dalam ikhlas beramal.

Zulkarnain Nasution

Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir

25 August 2015

Khutbah Iedul Fitri: Menuju Islam Rahmat Bagi Alam

Alhamdulillah pada hari yang mulia ini, 1Syawal 1436 H seluruh umat Islam di seantero dunia bertakbir, bertasbih, dan bertahmid memperingati hari raya Idul Fitri. Dimana sebulan sebelumnya, Bulan Ramadhan, jutaan umat Islam sedunia sedang menunaikan ibadah puasa menahan lapar dan haus sejak terbit fajar sampai terbenam matahari untuk meredam hawa nafsu sebagai bentuk pengendalian  jiwa paripurna menuju ke Esa-an Allah Sang Pencipta seluruh makhluk. Sebagai wujud dari fungsi manusia sebagai khalifah yang menghambakan dirinya kepada Allah :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.“ (QS. Az-Dzariyat: 56).

Penghambaan mutlak kepada Allah menjadi komitmen kepribadian tangguh seorang mukmin dalam menjalani proses kehidupan didunia setelah Nabi Adam AS mendapat hujatan keraguan dari malaikat ketika Allah menciptakannya. Bukankah manusia yang akan Engkau ciptakan jauh dari harapan penghambaan kepada-Mu bahkan tidak mampu menciptakan kestabilan eko system peradaban manusia itu sendiri. Tidakkah cukup kami yang selalu bertasbih, bertahmid, dan mensucikan-Mu? Allah berkata; Wahai para Malaikat banyak hal yang kalian tidak mengetahuinya.

Betapa Allah benar-benar Merahasiakan kepada para Malaikat tentang keajaiban prilaku manusia itu sehingga pada akhirnya Iblis sekolompok malaikat Abaa was takbara wa Kana minal Kafirin. Enggan mengikuti perintah dan berlaku sombong dan menjadilah ia sekelompok makhluq yang kafir.

Allahu Akbar 3x walillahilhamd………………
Kaum Muslimin dan Muslimat yang dirahmati Allah…

Pembelajaran dari dialog Allah dengan malaikat yang terdapat dalam QS. Albaqorah itu, berakhir dengan kegagalan Iblis memposisikan dirinya sebagai hamba, dengan keengganan dan kesombongannya untuk mengakui eksistensi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Ternyata Allah membekali seorang khalifah Adam AS dengan menitipkan “Asmaa kullaha” ilmu pengetahuan sebagai pembeda dengan makhluk lainnya agar kelak di dunia mampu menjadi pemakmur yang dapat menciptakan rekayasa-rekayasa kebaikan demi keberlangsungan hidup anak cucu manusia di muka bumi ini. 
     
  “Dialah yang menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu supaya memakmurkannya (membangunnya)” (QS. Hud; 61)

Dengan bekal ilmu sebagai keistimewaan manusia maka Allah mengharapkan agar manusia mampu membangun sebuah peradaban dengan nilai-nilai “khair” dan “makruf”. Khair dalam arti sesungguhnya mengikuti tuntunan wahyu dan makruf  dapat mempertimbangkan kemaslahatan dan kemajuan yang dicapai pada waktu, tempat, dan zamannya.   
Allahu Akbar 3x walillahilhamd………………

Pada hari ini setelah menjalani puasa ramadhan sebulan penuh kita terlahir kembali menjadi orang-orang yang bersih dan suci hati maka pada hari ini kita telah menjadi “khoiru ummat” yang diperuntukkan untuk menngabdikan dirinya “ukhrijat linnas” kepada manusia dalam mengawal eksistensi manusia agar tetap pada tujuan semula menghambakan diri kepada Allah. Penghambaan ini akan tampak dan terang benderang bagi orang-orang yang selalu berbuat kebaikan kepada sesama manusia dengan memperhatikan potensi-potensi dirinya (amal-amal sholeh) yang dapat diberikan kepada orang lain sebagai wujud amal jariyahnya.

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia  telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30).

Fitrah adalah kesucian jiwa yang senantiasa tunduk dan patuh kepada Allah SWT. Dan kesucian itu ternoda oleh hawa nafsu yang cenderung mendurhakai kebenaran sehingga dengan mudahnya terkontaminasi dengan lumpur kegelapan yang menyebabkan perubahan pola hidup dari ketauhidan menjadi kemusyrikan dari keimanan menjadi kekafiran. Rasulullah SAW bersabda:

كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِه

ِ“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari)

Sangatlah beruntung ketika Ramadhan seseorang berkomitemen menjalankan ajakan Allah dengan seruan orang-orang yang beriman maka bagi yang tidak dapat memenuhi panggilan Allah dengan sempurna dan sungguh sungguh itu berarti jiwa seseorang itu tak luput dari ketidak yakinannya kepada Allah. Dia hidup tidak bersama Allah, Dia melupakan Allah yang telah memberikannya banyak kenikmatan dalam hidupnya, Dia beranggapan bahwa kesuksesan itu karena kecakapan dirinya bukan karena kasih sayang Allah kepadanya, Dalam puasa ramadhan panggilan langsung dari Allah bagi orang-orang yang beriman, itu menunjukkan betapa Allah menginginkan bahwa manusia benar-benar merasakan kehadiran Allah pada hidupnya. Selanjutnya, perintah berpuasa di bulan Ramadhan. Menunjukkan bertapa Allah ingin mengajarkan kepada kita agar selalu memperhatikan hubungan sosial yang harmonis dengan membangkitkan sensitifitas rasa kelaparan dan kehausan sebagaimana banyak orang-orang yang tidak mampu merasakan dalam perjalanan hidupnya sehingga memotivasi setiap orang yang beriman untuk mau berbagi rezeki, untuk dapat memahami bahwa pada “hartanya ada hak bagi orang yang meminta dan yang tidak meminta” (QS. Almaarij :19)   

Hubungan tauhid dalam bentuk vertikal lurus kepada Allah dan keharmonisan interaksi sosial secara horizontal dengan masyarakatnya adalah harapan dari  Ramadhan.  Tatkala dua dimensi ini telah menyatu selaras dengan gaya hidupnya maka akan lahir dari setiap muslim nilai-nilai ketaqwaan “laallakum tattaquun” yang merupakan harapan Allah setelah Ramadhan berlalu.

Kaum Muslimin wa Muslimaat Rahimakumullah 
Allahu Akbar 3x walillahilhamd……………

Nilai-nilai yang lahir dari ketaqwaan seseorang itulah yang akan menjadi bangunan peradaban berkemajuan bagi dunia karena orang yang bertaqwa hidupnya akan dihiasi dengan kasih sayang, kelembutan, senyuman, kesabaran, kejujuran, keberanian dalam mewujudkan kebenaran dan mencegah kemungkaran. Orang yang bertakwa hidupnya akan selalu bersama alQuran dan sunnah-sunnah Nabi Muhammaad SAW. Dimana didalamnya terdapat ayat-ayat qot’iyat dan zhonniyat.

Adapaun dalil-dalil Qoth’iyat itu merupakan dasar fondasi bagi Islam yang membentuk kesatuan pemikiran, perasaan dan perjalanan umat dalam aqidah, ibadah, akhlaq, adab dan syariat. Sedangkan dalil-dalil Zhonniyat membentuk bangunan ilmu pengetahuan yang terikat dengan kaidah-kaidah ushuliyah yang dapat mentajdid (memperbaharui)) beberapa paham dan ijtihad untuk menjawab problem-problem kontemporer. Maka orang yang bertakwa tidak akan statis dan apatis apalagi fanatik dalam satu mazhab tetapi mazhab-mazhab itu justru akan dijadikan solusi alternatif dan problem solfing terhadap kemajuan ilmu pengetahuan teknologi dalam era globalisasi perkembangan peradaban yang berbeda satu tempat dengan tempat lainnya. Hal ini telah dilakukan oleh para sahabat dan ulama-ulama terdahulu ketika Islam keluar dari jazirah arab menuju negeri-negeri yang dikuasai Roma dan Persia, negeri Hindia, negeri China, dan negeri Firaun Mesir. Semua kota-kota itu pasti berbeda problemnya tetapi syariah islam dapat tumbuh dan berkembang disana menjadi landasan konstitusi mereka dalam persefektif ijtihad.
Ma’asyirol Muslimin wal Muslimaat Rahimakumullah 
Allahu Akbar 3x walillahilhamd……………

Perubahan peradaban dengan bangunan alQuran dan Hadis membuat masyarakat di tempat-tempat yang di duduki ataupun di lalui kaum muslimin terperanjat dan terkagum-kagum akan keindahan akhlak budi pekertinya. Berbeda dengan  penguasaan yang dilakukan Roma dan Persia yang penuh dengan pengorbanan  darah, kerugian masyarakat dimana-mana, perempuan diperkosa dan dianiaya, sawah ladang dibakar dan dirampok hasilnya , dan masyarakat tertindas, terzholimi  tak berdaya sebagaimana pengalamana bangsa kita 350 tahun dicengkraman belanda. Adapun mujahid-mujahid Islam Kedatangannya sungguh dinanti-nanti oleh kaum yang tertindas dan terpinggirkan, ditunggu oleh orang-orang yang terzholimi hidupnya sehingga tak menunggu lama Islam menyebar sampai ke pelosok dunia dan sampai pula ke Indonesia Negara tercinta kita ini dengan kehalusan akhlaq budi pekerti yang ditanamkan kepada mereka. Sebagaimana pernyataan Rasul SAW:

Artinya; “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemulian akhlaq”.

Sungguh kedatangan Islam merupakan Rahmat bagi alam semesta, merubah pandangan dunia atas nilai-nilai luhur kebaikan. Dimana kebaikan-kebaikan itu mempengaruhi tatanan kehidupan berkemajuan, menghilangkan kezhaliman-kezhaliman dan melahirkan cahaya peradaban yang bersinar terang menghapus kegelapan sejarah manusia. Maka ada lima hal yang menjadi keistimewaan Islam menjadi penyinar kehidupan manusia.
Pertama; Islam sebagai pemelihara agama. Kedatangan Islam ditempat-tempat yang ditaklukkan pada saat itu bukan berkeinginan menggantikan agama penduduknya tetapi hanya ingin melepaskan mereka dari kemungkaran dan kezholiman kekuasaan. Hingga saat ini kita tidak menemukan kekuasaan mayoritas Islam menindas apalagi memaksakan orang lain untuk mengikuti agamanya. Berbeda dengan negara-negara yang penduduk Islam minoritas disana. Diskriminasi, pelecehan, dan bentuk-bentuk kekerasan lainnaya mereka rasakan. Dan itu dapat kita sakisikan sampai saat ini. Alhamdulillah Allah mengajarkan kepada kita di dalam QS. AlBaqarah; 256 

Artinya; Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. 

Kedua; Islam sebagai pemelihara akal pikiran manusia. Saat ini kita dihadapkan dengan sekulerisasi nilai-nilai hukum. Ilmu pengetahuan mengatakan bahwa khamar (minuman keras) mendatangkan mudharat tetapi hampir semua Negara membolehkannya, ilmu pengetahuan mengatakan rokok membawa kemudharatan tetapi hampir semua negara memproduksinya, ilmu pengetahuan mengatakan bahwa zina tidak baik dalam kehidupan seks tetapi mereka membebaskannya, ilmu pengetahuan mengatakan bahwa perempuan berbeda dengan lelaki tetapi mereka memaksanya untuk sama seperti lelaki, ilmu pengetahuan mengatakan bahwa judi membawa kehancuran tetapi mereka memfasilitasinya. Maka akal tidak terpelihara selama Islam tidak menjadi bagian hidupnya. 

Ketiga, Islam sebagai pemelihara jiwa manusia. Sangat diketahui bahwa hak hidup adalah hak yang paling tinggi bagi manusia tetapi apa yang kita lihat di Rusia ketika ingin mempertahankan paham sosialis berapa juta manusia yang dibunuh, berapa banyak orang yang berkulit hitam terbunuh di Amerika, berapa banyak korban kekejaman bom atom dan nuklir kimia, berapa banyak orang-orang yang terbunuh didaerah penjajahan. Berapa banyak minoritas muslim disiksa dan dibunuh ditempat-tempat mayoritas. Islam mengajarkan kepada umatnya pada QS. AlMaidah; 32

Artinya; …Barang siapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di bumi maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barang siapa memelihara kehidupan seseorang manusia maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia…      


Ma’asyirol Muslimin wal Muslimaat Rahimakumullah 
Allahu Akbar 3x walillahilhamd……………

Keempat, Islam sebagai pemelihara harta. Percaya atau tidak bahwa harta dapat menstabilkan kehidupan dan kecenderungan itu dinyatakan Allah dalam QS. AlAdiyat; 8 “Dan sesungguhnya cintanya kepada harta benar-benar berlebihan” Allah mempertegasnya pula di QS. AlFajar: 20 “Dan kamu mencintai harta dengan kecintahan yang berlebihan”. Oleh karena kecintaan manusia terhadap harta maka secara prinsip Islam menganjurkan untuk memeliharanya. Dalam mencari harta, maka Islam mengajarkan kita untuk mendapatkannya dengan cara-cara yang halal tanpa mengambil hak-hak orang lain. Bandingkan dengan perbuatan penjajah yang telah merampas kekayaan masyarakat yang dijajahnya. Atau bandingkan dengan sistem Kapitalis yang hanya berorientasi keuntungan dengan menghalalkan segala cara, atau bandingkan dengan sistem sosialis dimana masyarakatnya tidak mempunyai hak sepenuhnya terhadap kepemilikannya. Adapun Islam mengajarkan kepada umatnya pada QS. AlBaqarah: 267

Artinya; Wahai orang-orang yang beriman infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami (Allah) keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya, Maha Terpuji.
   
Kelima, Islam sebagai pemelihara keturunan. Untuk itu Islam sangat melarang berhubungan seksual tanpa didasari pernikahan yang syah, menganjurkan muslim untuk memperbanyak keturunan dari sebuah pernikahan dan menganjurkan untuk memberikan dan bertanggung jawab atas penafkahan keluarga. Maka tanpa Islam manusia dengan mudahnya membunuh diri dan anaknya, menzhalimi dirinya dan orang lain. Maka Islam memberikan keyakinan kepada setiap orang pada QS. AlAn’am; 151

Artinya; ….. berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik yang terlihat maupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang lain yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar… 

Allahu Akbar 3x walillahilhamd…………… 
Saudara-saudaraku seIman dan seTaqwa….

Di hari fitri ini dan seterusnya marilah kita berkomitmen untuk total mengamalkan agama Islam yang kita cintai ini sebagaimana petunjuk Allah dalam QS. Albaqorah : 209 
“wahai orang-orang yang beriman masuklah kedalam Islam secara keselurhan dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah syetan. Sungguh ia musuh yang nyata bagimu.

Semoga idul fitri ini menghantarkan kita menjadi pribadi-pribadi tangguh dalam memperjuangkan nilai-nilai Islam yang universal sebagai solusi alternatif atas kelemahan nilai ideologi peradaban saat ini. Mari kita jadikan Islam sebagai ruh dan napas kehidupan kita menuju peradaban yang berkemajuan.
  
Untuk itu mari kita akhiri khutbah ini dengan berdoa….

Zulkarnain Nasution
Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir

29 June 2015

KHUTBAH IDUL ADHA 1435H

Alhamdulillah pada hari yang mulia ini, 10 Dzulhijah 1435 H seluruh umat Islam di seantero dunia memperingati hari raya Idul Adha atau hari raya qurban. Dimana sehari sebelumnya, 9 Dzulhijah, jutaan umat Islam yang menunaikan ibadah haji wukuf di Arafah, berkumpul di Arafah dengan memakai seragam ihram putih merupakan lambang kesetaraan derajat manusia di sisi Allah, tidak ada keistimewaan satu bangsa dengan bangsa lainnya, antar yang berkulit putih dan lainnya, antara lelaki dan wanita, antara miskin dan kaya kecuali yang paling takwa kepada Allah. 

“ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.  QS Al-Hujaraat (49):13

Peringatan Idul Adha ini tak bisa dilepaskan dari peristiwa bersejarah ribuan tahun silam ketika Nabi Ibrahim a.s, dengan penuh ketaqwaan, memenuhi perintah Allah untuk menyembelih anak yang dicintai dan disayanginya, Nabi Ismail a.s.  Atas kehendak Allah, secara tiba-tiba malaikat Jibril hadir dihadapannya dengan membawa seekor kibas untuk disembelih sebagai pengganti anaknya Nabi Ismail. Peristiwa itulah yang kemudian menjadi simbol bagi umat Islam sebagai wujud ketaqwaan seorang muslim terhadap Tuhannya agar selalu siap berkorban apa saja untuk mencapai Ridha-Nya. Ketaqwaan Nabi Ibrahim kepada Allah swt diwujudkan dengan sikap dan pengorbanan secara totalitas, menyerahkan sepenuhnya kepada sang Pencipta suatu hal yang paling dicintainya anaknya Ismail demi cintanya kepada Allah swt.    
Betapa beratnya ujian dan cobaan yang dialami oleh Nabi Ibrahim AS. Beliau harus menyembelih anak semata wayang, anak yang sangat disayang. Namun dengan asas iman, tulus ikhlas, taat dan patuh akan perintah Allah swt Nabi Ibrahim AS akhirnya mengambil keputusan untuk  menyembelih putra tercintanya Ismail, beliau memanggil putranya dengan panggilan yang diabadikan dalam Al Quran Surat Ash Shaafaat (37) ayat 102,


“ Maka tatkala anak itu sampai pada umur sanggup berusaha bersama-sama Ibrahim , Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirlah apa pendapatmu?” “ Ia menjawab:” Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan  mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar “
Allahu Akkbar  3 X walillahilhamd
Di tempat yang mulia ini dalam rangka menta’zhimkan syi’ar agamaNya. Bertakbir mengagungkan asmaNya, ruku’ sujud bertaqarrub serta bersyukur atas segala karuniaNya, kemudian akan dilanjutkan dengan menyembelih kurban, sebagai manifestasi ketaatan terhadap perintahNya, meneladani RasulNya serta memperingati peristiwa pengorbanan khalilullah Nabi Ibrahim dan Ismail ’alaihimassalam.
Sesungguhnya ada hubungan yang kuat antara pelaksanaan shalat ‘Iedul Adha, penyembelihan qurban, dengan eksistensi kita bahkan masa depan kita sebagai umat beriman. Sebagaimana digambarkan dalam Surah al Kautsar:

INNAA A’THAINAAKAL KAUTSAR
FASHALLI  LIRABBIKA WANHAR
INNA SYAANI-AKA HUWAL ABTAR

Surat Al Kautsar sungguh memberi kabar gembira kepada umat akhir zaman. Betapa Allah SWT yang Maha Rahman telah memuliakan junjungan alam Muhammad saw dengan pelbagai karunia ”al kautsar”. Yaitu: al khairul katsir (kebaikan yang banyak), al Islam, al Quran, katsratu al ummah, al itsar, dan ”rif’atul dzikri” di dunia ini kemudian telaga al Kautsar di akhirat kelak. Itu semua sudah Allah karuniakan kepada nabi kita Muhammad saw. Sedang bagi kita selaku ummat beliau, semua itu merupakan ”busyra” kabar gembira, bahwa jika kita memenuhi syaratNya maka semua karunia itu pun disediakan bagi kita. Syaratnya hanya dua saja, yaitu menunaikan shalat karena ”tha’atan wa taqarruban”, dan menyembelih binatang nahar karena ”syukran” atas nikmat Allah yang tak terhitung satuan maupun  jumlahnya. Dengan memperbanyak shalat yang juga bermakna do’a dan banyak berkorban (tadlhiyah), nikmat dan karunia dari Allah tidak akan pernah berkurang bagi yang melaksanakannya. Justeru dengan jalan itu, karunia Ilahi akan terus ditambahkan sepanjang jalan shalat dan pengorbanan. Jalan yang memastikan masa depan yang menjanjikan kebaikan, kemajuan dan kebahagiaan


Allahu Akkbar  3 X walillahilhamd

Tetapi sebaliknya, apabila jalan shalat dan pengorbanan itu tidak ditempuh, karena memperturutkan kemalasan dan kebakhilan, maka Allah tegaskan ”INNA SYAANIAKA HUAL ABTARU”.
Artinya apa, disebabkan  keengganan mengikuti sunnah Rasulullah saw berupa penunaian shalat dan kurban, maka ”al abtaru” keterputusan aliran rahmat Allah SWT telah menjadi ketetapan. Suatu gambaran masa depan yang suram, sebab tanpa rahmat Allah maka kegelapan lahir batin telah menanti.  Kegelapan individual kemudian kegelapan sosial menjadi tak dapat dihindari. Na’udzubillahi min dzalik..

Ma’asyral Mu’minin wal mukminat akramakumullah

Tadi disebutkan bahwa di antara makna ”al kautsar/karunia yang banyak” itu adalah ”rif’atul dzikri” kedudukan yang tinggi dan sanjungan yang luhur. Itu merupakan resultante yang memang wajar dan logis. Betapa tidak sebab posisi kesyukuran dan pengorbanan itu berada pada anak tangga yang luhur.

- Paling rendah adalah posisi MENGORBANKAN sesama, berarti posisi KEZHALIMAN yang mengantarkan kepada ’ZHULUMAT” kegelapan dunia akhirat, dimana aliran NUR ILAHI dan rahmatNya terputus.

- Posisi di atasnya adalah MEMBIARKAN (EGP) ”Al khudzlan” yang juga dilarang oleh Rasulullah saw. Sikap abai membiarkan sehingga orang lain celaka, meskipun bersifat pasif tapi sesungguhnya termasuk kejahatan kepada sesama.

- Di atasnya posisi INSHAF (fairness/adil). Yaitu berbuat sewajarnya, sebatas menunaikan atau menggugurkan kewajiban agar terhindar dari kezhaliman. Boleh jadi meski positif tapi tidak dikedepankan dengan sepenuh hati.

- Posisi tertinggi adalah TADLHIYAH/BERKORBAN untuk kebaikan sesama atau orang banyak.  Tentu saja dasarnya kerelaan yang bukan setengah hati, dan merupakan bentuk keikhlasan sebagai kelanjutan dari taqwa” TSUMMATTAQAU WA AHSANU” kemudian mereka bertaqwa dan berbuat ihsan. ”WALLAHU YUHIBBUL MUHSININ”.  (Al Maidah, 93). Maka hanya cinta Allah yang akan diberikan kepada mereka yang berkorban dan berbuat ihsan.

Allahu Akbar 3 X walillahilhamd

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah

Binatang kurban yang disebut udlhiyah atau nahar adalah simbolisasi tadlhiyah yakni pengorbanan. Baik udlhiyah maupun tadlhiyah posisinya sama sebagai ‘ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah (taqarruban wa qurbanan). Jika menyembelih udlhiyah merupakan ‘ibadah material yang ritual, maka taldhiyah/pengorbanan di jalan Allah merupakan ‘ibadah keadaban yang memajukan sektor-sektor kehidupan yang lebih luas. Tidak ada ruginya orang yang berudlhiyah dan bertadlhiyah, karena sesungguhnya termasuk dalam kerangka MULTI QURBAN/pendekatan diri dan MULTI INVESTASI.

- Bertadlhiah merupakan multi pendekatan diri/qurban, sebagaimana dinyatakan  dalam ikrar seorang muslim yang bertaqarrub kepada Rabbnya  : INNA SHALATI WA NUSUKI WA MAHYAYA WA MAMATI LILLAHOI RABBIL ‘ALAMIN LA SYARIKA LAH.
Kita diperintahkan untuk bertaqarrub kepada Maha Pencipta dengan shalat serta ‘ubudiah yang lain, dan bertaqarrub kepada Allah dalam segala aktivitas hidup ini.


- Bertadlhiyah bermakna multi investasi:
1.Merupakan investasi sosial (social investment) karena jelas, pengorbanan baik material maupun moral memberikan dampak sosial yang positif. Dalam Al Quran Surah Annisa ayat 114 disebutkan:  Bahwa tidak ada kebaikan dalam pembicaraan atau wacana yang diadakan, kecuali untuk mengajak orang bersedekah, memerintahkan yang ma’ruf, atau untuk mendamaikan sengketa di antara masyarakat. Dan barangsiapa melakukan itu karena ridha Allah niscaya berbalas pahala yang besar.
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

2.Bertadlhiah merupakan investasi ekonomi (economic investment). Sebagaimana dinyatakan dalam QS al Lail, ayat 5- 10: “Barangsiapa memberi dan bertaqwa serta membenarkan balasan yang sebaik-baiknya, maka niscaya Kami beri kemudahan demi kemudahan. Dan barangsiapa yang kikir dan merasa tidak memerlukan orang lain serta mendustakan pahala yang lebih baik, maka niscaya Kami bukakan baginya pintu kesulitan”.

3.Bertadlhiah juga  merupakan bentuk moral investment, yang mampu mengikis kekikiran ” al syuhhu”. Sifat kikir sangat berbahaya, sebagaimana diperingatkan dalam sabda Rasulullah saw:
إياكم والشح ، فانما هلك من كان قبلكم بالشح ، أمرهم بالبخل فبخلوا ، وأمرهم بالقطيعة فقطعوا ، وأمرهم بالفجور ففجروا.  (د وابن جرير في تهذيبه ك ق عن ابن عمرو). 
Artinya: ”Hati-hati dengan sifat kikir. Sebab sesungguhnya kehancuran umat sebelum kalian diakibatkan kekikiran, sifat kikir telah mendorong mereka untuk berlaku pelit, lalu mendorong mereka untuk memutus silaturahim dan akhirnya telah mendorong mereka melakukan kejahatan”.

4. Pada Akhirnya, pengorbanan di jalan Allah tentu saja sebagai investasi ukhrawi. Sebagaimana disebutkan dalam Hadits bahwa ’ibadah  orang yang menyembelih binatang kurban sudah diterima Allah sebelum darahnya menetes ke tanah, dan merupakan seutama-utama ’ibadah pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.

Allahu Akbar 3 X walillahilhamd

Ma’asyiral Muslimin wal muslimat rahimakumullah

Demikian agungnya makna serta pahala udlhiyah, tadlhiyah sebagai wujud pengorbanan untuk memajukan hidup sekaligus mendekatkan diri kepada Allah. Menumbuh kembangkan spirit pengorbanan merupakan bagian mendasar dalam rangka pembentukan karakter masyarakat dan bangsa yang beradab. Seorang pemimpin sejati akan lebih kuat tarikannya pada kekitaan untuk memikirkan masyarakatnya daripada tarikan pada ke akuan untuk semata memikirkan kepentingan diri sendiri. Untuk kemaslahatan kita pemimpin rela mengorbankan akunya jika diperlukan. Demikian halnya dengan negarawan, menempatkan akunya dalam ke kitaaan. Itulah yang dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw, sebagai sosok pemimpin yang datang dari kita ”min anfusikum”, penuh perhatian pada kita ”’azizun ’alaihi ma ’anittum”, selalu konsen kepada kepentingan kita ”harishun ’alaikum”, dan secara adil/proporsional memberi kasih sayangnya kepada semua ”bil mukminina raufurrahim”.

Allahu Akbar 3 X walillahilhamd

Namun apa yang kita saksikan saat ini. Jiwa pengorbanan pada banyak kalangan telah digeser oleh semangat atau nafsu mengorbankan orang lain. Bahkan sebetulnya bukan orang lain, tapi saudara sebangsa bahkan seprofesi dan seinstitusi. Perhatikan saja kemelut korupsi yang dilakukan oknum di negara ini, dimana menurut data KPK sepanjang 2004 sd. maret 2014 ada 402 orang yang terjerat korupsi. Mereka berasal dari beragam profesi. Jika menilik pada data Kementerian Dalam Negeri yang dirilis awal 2014, terdapat 318 kepala daerah yang terjerat korupsi. Baik yang ditangani KPK, Kejaksaan, maupun Polri. Adapun jumlah uang yang di korupsi tiap tahunnya ini dapat mengatasi isu kelaparan dunia 80 kali. Uang yang di curi dari publik juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan, mengangkat masyarakat dari kemiskinan dan lain sebagainya. Kasus Korupsi tersebut kadang membuat perang terbuka di  media massa semakin membuat rakyat prihatin tetapi juga bingung. Kasus besar yang di-blow up, menggelinding makin ruwet bagai gulungan benang kusut. Analisis secara yuridis dan sosiologis tidak mampu membawa peta masalah makin terang benderang.

Hanya satu pisau analisis yang mampu memosisikan dan memahami masalah yang ada secara mendasar dan tepat. Yaitu analisis mental dan moral manusia. Secara mental ada kerusakan yang serius, yaitu hilangnya kejujuran ”al shidqu”, dan diputusnya ketertautan antara apa yang diperbuat di dunia ini dengan kesadaran terhadap negeri akhirat. Dengan absennya kejujuran maka yang menggantikannya adalah kedustaan ”al kadzibu”. Bermula dari dusta antar personal kemudian berkembang menjadi kedustaan publik bahkan bisa merambah jadi kedustaan institusional. Kalau sudah begitu, tidak ada lagi orang yang mau mengakui kesalahan malah justeru menyalahkan pihak lain, dan ujung-ujungnya mengorbankan pihak lain demi  membela akuisme personal atau egoisme lembaga. Pada alur ini cara-cara rekayasa, penjebakan, pengerdilan dan boleh jadi kriminalisasi menjadi pilihan yang dijalani.
Dalam konteks ini Rasulullah saw telah memberikan peringatan dengan sabdanya:
”Hati-hati dengan dusta, sebab dusta akan membawa pada perbuatan dosa, dan perbuatan dosa akan menyeret ke naraka. Seseorang berulang kali berdusta hingga terbentuk sifat  dan dituliskan sebagai pendusta” (Riwayat Muslim)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah

Allahu Akbar 3 X walillahilhamd

Betapapun kita telah banyak berbuat salah pada diri kita, kepada masyarakat serta ma’siat kepada Allah, kembalilah kepada iman di dada agar tetap punya harapan untuk baik. Allah SWT menyeru kita dalam al Quran Surah Azzumar, ayat 53 s/d 55: ”Katakanlah, hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kepada Tuhanmu dan berserah dirilah kepadaNya, sebelum datang adzab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi). Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba sedang kamu tidak menyadarinya”.

Mari kita sadari betapa Allah telah memberi kita dengan karuniaNya yang banyak. Sebagai makhluk yang tahu berterima kasih, marilah kita mendekat kepada Allah . Jangan pernah tinggalkan shalat, perbanyak shalat sunat dan syukur nikmat. Mari belajar berempati kepada sesama dengan sebentuk tadlhiyah (pengorbanan), moral dan/atau material. Mari syi’arkan ’idul qurban ini dengan menyaksikan, membantu atau juga menyembelih seekor hewan kurban, demi memenuhi seruan Allah, meneladani Rasulullah, memperingati pengorbanan kekasih Allah Nabi Ibrahim & Ismail ’alaihimassalam, dan untuk belajar berempati terhadap saudara-saudara kita yang kurang mampu.

Seseorang menjadi besar karena jiwanya besar. Tidak ada jiwa besar tanpa jiwa yang punya semangat berkorban. Berkat ruhul badzli wal tadlhiyah wal mujahadah/spirit berbagi, berkorban dan berjuang, ummat ini telah menjadi ummat yang besar, bergengsi dan disegani dunia dalam sejarahnya. Mari kita kembalikan kebesaran serta gengsi ummat ini dengan menyemai semangat memberi, berkorban dan mujahadah pada diri dan keluarga kita.

12 June 2015

PUASA KIKIS LIBERALISME, MATERIALISME DAN KAPITALISME

Ramadhan Karim, Syahru Mubarak wa syahru shiyam, Syharu maghfirah dan syahru fitrah. Ucapan demi ucapan ini akan sering kita dengar disaat bulan Ramadhan tiba dari bibir seorang muslim. Short Messages Service akan mendayu-dayu menggetarkan handphone dengan ringtone yang berbeda-beda.  Ketika handphone dibuka akan berisikan susuan kalimat syair,puisi,sajak, pantun dan sekedar kata-kata mohon maaf lahir bathin taqobbalallahu minkum wa minna ya Kariim. 

Sungguh indah suasana tersebut karena setiap muslim menghayati bahwa dirinya sebagai makhluk sosial tentu mempunyai banyak kesalahan dalam berinteraksi untuk itu perlu sesegera mungkin memintak maaf walaupun itu dalam bentuk pesan singkat yang dikirimkan kepada keluarga, dan teman sejawat. Media sosial juga dimanfaatkan untuk mencurahkan kata-kata maaf seiring datangnya bulan ramadhan sehingga dibaca oleh semua orang yang mengenal dan belum mengenal si pengirim. Hal itu dilakukan demi sebuah harapan bahwa kesalahan-kesalahannya dapat terhapus dengan masuknya bulan ramadhan.

Bulan ramadhan memberikan stimulus dan motivasi agar setiap individu mampu menundukkan kepala bersikap rendah hati tanpa ada kecongkakan dan kesombongan dalam dirinya sehingga melahirkan kepribadian yang santun kepada sesama manusia.  Kesadaran kolektif ini mampu merubah kebisingan dunia dengan hingar bingar keserakahan menjadi kesejukan suasana lingkungan yang saling menyapa dengan kata-kata indah keluar dari ketulusan hati. Seandainya pada saat ramadhan itu seorang muslim mendapat makian, hinaan dan diajak berkelahi , Rasul menganjurkan bagi Muslim menjawabnya dengan sabar “ saya sedang berpuasa”.  Sepertinya, sesaat ditemukan peradaban mulia selaras dengan ramadhan itu.

Perubahan prilaku seorang mukmin memberikan kontribusi nyata bagi peradaban dunia jika perbuatan-perbuatan baik itu dapat dipertahankan dibulan-bulan berikutnya. Kesadaran ibadah prioritas terhadap hak-hak masyarakat sosial dibanding hak-hak pribadi sangat tampak jelas ketika ramadhan, terwujud dalam bersedekah dan berzakat menjadi perhatian khusus diberikan  bagi yang meminta dan yang tidak meminta “Dan di dalam harta mereka terdapat hak bagi si peminta dan yang tidak meminta” (Azzariyat: 19). Jiwa sosial itu memang seharusnya tertanam dalam hati setiap mukmin sebagaimana ketika Rasul memerintahkan Muaz bin Jabal berdakwah ke Yaman “maka ajarkanlah kepada mereka bahwa diwajibkan bagi mereka sedekah didalam harta mereka, diambilkan dari harta orang-orang kaya mereka dan kontribusikan kepada fakir miskin mereka”. (HR. Bukhari dan Muslim).  Frame dakwah Rasul ini berlaku ketika masyarakat itu sudah mengucapkan dua kalimat syahadat. Kemudian ajarkanlah mereka shalat baru selanjutnya bersedekah dan berzakat.

Ajaran indah ini menjadi kepribadian kuat pada seseorang apabila sensitifitas vertikal dan horizontal menyatu dalam pengamalan puasa Ramadhan yang membentuk kesadaran tauhid bahwa ibadah puasa hanya diketahui oleh Allah, dikerjakan juga karena penghambaan mutlak demi Allah dan puasa dapat membentuk rasa empati kepada sesama makhluk sosial dengan merasakan denyut penderitaan kelaparan dikarenakan kemiskinan. Puasa yang dimulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari ini tentu berbeda dari puasa yang bertujuan demi mengejar kesaktian dan materi karena puasa dalam Islam menciptakan kekuatan spiritual bahwa apa yang diperoleh saat ini merupakan sesuatu yang tidak terpisahkan dari kekuatan Sang Pencipta bukan dari makhluk alam astral seperti jin dan malaikat ataupun dari tuhan-tuhan yang tercipta dari penyembahnya.

Konsep “puasa untuk-Ku (Allah) dan Saya yang akan membalasnya” mengkikis benih-benih liberalisme dan materialisme yang cenderung merasuk ke dalam jiwa-jiwa sombong yang mempertuhankan kekuatan dirinya dan mengkikis benih-benih kapitalisme dalam pemberdayaan hartanya yang menganggap harta yang didapat atas kekuasaannya hanya mutlak menjadi miliknya tanpa memperdulikan berbagi kepada masyarakat yang membutuhkan disekitarnya, sehingga harta hanya digunakan untuk berpoya-poya dan kemewahan yang cenderung membuatnya berjalan pada jalur kemaksiatan. Maka jika itu yang terjadi pada seseorang, hidupnya tidak akan berarti banyak bagi pembangunan peradaban manusia karena akan lahir ego kejahatan demi keberutalan hawa nafsu.

Sungguh puasa Ramadhan akan membuka alam sadar manusia untuk tidak berjalan di atas muka bumi ini dalam keadaan sombong sebagaimana kesombongan Raja Firaun yang mengaku Tuhan dan si kaya Qorun yang pelit akan kegelimangan hartanya hingga pada akhirnya mereka tersadar bahwa ada Allah yang menguasai dirinya ketika Allah menenggelamkan Firaun di laut merah dan Qarun terbenam bersama hartanya di Fayyum Mesir. 

Zulkarnain Nasution

Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir

03 March 2015

MENJADI MUSLIM TANPA GURU

Era globalisasi yang mengedepankan teknologi informasi menjadikan seorang Muslim dituntut meningkatkan sumber pemahaman agamanya melalui internisasi yang tertuang dalam bentuk media sosial dan lainnya. Fenomena ini melahirkan generasi muda muslim dengan semangat menggebu-gebu belajar Islam tanpa di bimbing guru yang mengajarinya tentang Islam sebagaimana tradisi pesantren. Bahkan mereka tidak pernah sama sekali duduk dibangku-bangku sekolah pesantren menjadi santri yang memerlukan sanad dalam pembelajarannya. Belajar di Pesantren atau madrasah tidak lagi menjadi sentral bagi kelompok muda muslim untuk memperdalam materi agama tetapi cukup dengan membrowsingnya di interet maka muncullah semua materi keislaman sesuai kebutuhannya.
  
Ketika terjadi dialog keagamaan diantara mereka, dalam dialog itu tidak mengenal istilah-istilah yang sudah tidak asing ditelinga kita seperti  “kata guru saya” atau dalam “kitab kitab kuning” dijelaskan seperti ini. Akan tetapi dalam dialog-dialog keagamaan mereka berhujjah dengan selalu menyebutkan “hal semacam ini saya jumpai dalam al-Qur’an dan alhadits”. Padahal mereka itu tidak pernah terlihat membuka alQuran atau buku-buku alHadits sebagaimana kebiasaan santri di pondok pesantren atau madrasah. Hanya dengan menggenggam sebuah handphone yang tersambung dengan internet mereka berusaha memahami agamanya dengan petunjuk materi keagamaan dalam berbagai macam wacana keilmuan penafsiran dan intrepretasi pemahamam yang tidak lagi linier seperti di pondok pesantren. Mereka tidak lagi mengenal linier mazhab dalam aplikasi keagamaannya.

Mengambil pendapat para imam mazhab untuk dikomperatifkan dan selanjutnya pilihan akan jatuh kepada pendapat paling afsah melalui pentarjihan secara nalar dan struktur rasional. Maka dalam prakteknya mereka tidak mengenal mazhab sebagai output ijtihad imam untuk mutlak diikuti tetapi mazhab itu digunakan sebagai pendalaman materi alQuran atau alHadits. Oleh karena itu sangat tidak bisa dikatakan mereka sebagai pengikut mazhab tertentu dikarenakan pilihan-pilihan dalam wacana keagamaan disesuaikan pada preferensi mereka. Persepsi keagamaan yang berkembang dalam diri mereka sebagai bentuk keyakinan bahwa alQuran sebagai dasar petunjuk mutlak dan serba mampu memenuhi kebutuhan spiritual sesuai konsep surat Al A’raaf 7:52 “Dan sesungguhnya kami telah mendatangkan sebuah Kitab (alQuran) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.”

Kemajuan teknologi informasi seiring dengan laju pertumbuhan generasi muda yang menjadikannya alat untuk memahami konseptual agama secara tekstual dan kontekstual menuntut para ulama cendikiawan muslim saat ini untuk melakukan gerakan massal mengupload pemikiran-pemikirannya ke jejaring media sosial secara online agar menambah wacana intelektual yang mudah terakses oleh generasi muda. Kebutuhan untuk itu sebagai penyeimbang atas prilaku-prilaku yang menjustice kaum muda sebagai masyarakat baru yang terkena virus paham-paham kiri yang jauh dari nilai-nilai kultur keislaman di Indonesia. Hanya dikarenakan mereka tidak lagi memperdulikan ajaran-ajaran yang mengkristal sebagai  kultur dimasyarakat. Kita menganggap mereka telah terkena ajaran wahabi, syiah, ISIS dan sebagainya. Maka apa yang terjadi seandainya mereka adalah orang-orang yang mengamalkan perintah wahyu  pertama yang memberi perintah untuk membaca semua bacaan dengan nama Allah. Lebih-lebih bacaan mereka adalah alQuran dan alHadits yang dapat diakses dengan mudah saat ini. Bisa jadi kita yang menganggap mereka tersesat justru menjadikan kita semakin jauh kepada Allah sebagaimana penegasan Allah; “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan diri dimuka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku.....”. (QS. Al A’raaf; 7:146). Kesombongan itu terlihat dari sikap kita yang memandang sebelah mata orang-orang yang tidak pernah mengenyam pendidikan agama menjadi orang-orang yang ingin mengapresiasi ketaqwaannya dengan menunjukkan sikap kesederhanaan berpakaiannya ala jubah pakistan dengan celana diatas mata kaki, jenggotnya yang terurai walaupun hanya beberapa helai, mereka bergegas ke mesjid-mesjid ketika azan berkumandang dan mengingatkan orang-orang disekitarnya untuk bertauhid dengan benar tanpa harus pergi kekubur-kubur keramat.

Pencarian Nabi Ibrahim terhadap tuhan mengingatkan betapa prosyeksi yang ada pada diri seseorang menghantarkannya kepada Tauhid yang sebenarnya. Tatkala gelap malam tiba Ibrahim pun melihat bintang lantas beliau berkata inilah tuhanku, tetapi ketika bintang-bintang itu tenggelam, Ibrahim pun yakin bahwa Tuhan tidak mungkin menghilang. Begitupun ketika melihat bulan dan matahari, Ibrahim dengan kesadarannya menyatakan ini juga bukan tuhan dan pada akhirnya Ibrahim berkata; “sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan’. (QS. Al An’aam; 6:74-79). Klimaks dari pengembaraan spiritual diakibatkan perasaan lemah dihadapan alam yang akhirnya menghantarkan seseorang untuk menekuni agamanya agar dapat memastikan dalam jiwanya bahwa ada supernatural yang menguasai dirinya dan alam semesta. Itulah yang terjadi bagi generasi muda saat ini, mereka menginginkan menjadi muslim yang sebenarnya dengan keterbatasan waktu dan kemampuan yang ada pada dirinya. Karena keterbatasan itu pula yang menyebabkan mereka langsung mempelajari Islam manohok keapada al Quran dan al Hadits walaupun tanpa bimbingan seorang guru.

Zulkarnain Nasution
Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir

12 February 2015

MENUNGGU MURKA ALLAH?

Sungguh membahagiakan dan cukup membanggakan ketika mendengar pernyataan spontan dari beberapa tamu arab yang mengatakan bahwa Indonesia “Qit’atun minal jannah” pongkahan surga. Pernyataan ini terucap manakala mereka menyaksikan keindahan bumi Indonesia, layaknya surga yang tergambar dalam al-Quran dimana disebutkan bahwa surga itu ditumbuhi oleh pohon-pohon rindang yang buahnya menjulur kebawah memudahkan bagi yang ingin memetiknya. Dan diantara pepohonan itu mengalirlah sungai-sungai yang airnya dapat langsung diminum dengan kenikmatan yang berbeda rasanya sebagaimana simbol sungai madu dan susu dalam al-Quran. Ungkapan bahwa Indonesia merupakan pongkahan surga bukanlah semata-mata karena bidadari-bidari mungil yang kapan saja dan dimana saja mudah ditemukan di belahan surga Indonesia tetapi ungkapan itu memang lahir dari pengetahuan mereka tentang wahyu yang membentuk alam pikiran mereka tetang wujud dari surga. Dan gambaran itu, faktanya dapat mereka lihat dan rasakan ketika menelusuri bumi persada ini sebagaimana ungkapan sebuah lagu tongkatpun menjadi tanaman. Hal ini berarti segala yang diinginkan dan dimintak ada dibelahan bumi ini seperti layaknya surga.

Ketika bumi indonesia ini adalah surga seperti ungkapan tersebut maka dapat dipastikan betapa berlimpahnya rahmat Allah yang telah diberikan kepada penduduknya. “Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. Albaqorah ; 2: 157). Sungguh Allah telah memberikan segalanya buat Indonesia tetapi sampai saat ini rahmat yang Allah berikan ini belum mampu kita kelola sebaik-baiknya sebagaimana surga itu sendiri. Bukankah di surga tidak ada orang-orang yang melakukan kejahatan dikarenakan kemiskinannya, membuang bayi yang baru dilahirkan dikarenakan takut miskin sebagaimana zaman jahiliyah dulu, menghabiskan nyawa orang lain tanpa berprikemanusian hanya karena sebuah handphone, anak dan ibu berperkara di pengadilan hanya karena sejengkal tanah. Apakah perlakuan diatas merupakan cermin dari pemimpin-peminpin rakus yang tidak memperdulikan rakyatnya. Seolah-olah semua rahmat Allah ini ingin mereka manfaatkan hanya untuk kepentingan mereka sendiri. Seperti pengakuan alQuran di surat alBaqarah; 2:105. “Orang-orang kafir dan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. Dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya (untuk diberi) rahmat-Nya, dan Allah mempunyai karunia yang besar”.
   
Allah telah menentukan pilihannya bahwa rahmat-Nya ada di Indonesia berupa alam yang sempurna dengan penduduk yang berbeda ras, suku dan agamanya tetapi perbedaan itu tidak menjadi bencana bagi masyarakatnya, justru perbedaan itu memperkuat persatuan bangsanya untuk saling menjaga keutuhan surga NKRI. Hal semacam ini sungguh diajarkan Nabi Muhammad ketika di Madinah dan dilanjutkan oleh para sahabatnya ketika melakukan penaklukan-penaklukan. Rasul mengajarkan bahwa kekuasaan harus berdampak kepada kemakmuran bagi masyarakatnya agar mereka tidak lagi susah dalam menjalankan kehidupan dan dengan begitu kejahatan-kejahatan yang lahir mengatas namakan kemiskinan tidak lagi ada di bumi ini. Dan jikapun ada kejahatan, itu berarti lahir dari sifat tamak yang ingin memperkaya dirinnya dengan jalan-jalan yang semua agama tidak mentolerirnya.

Kejahatan yang termediakan saat ini berupa kejahatan yang terorganisir dengan baik oleh para penguasa yang berorientasi dari hasrat kerakusannya. Saling fitnah dan serang opini kejahatan menjadi menu utama sehari-hari untuk masyarakat indonesia yang hanya tersenyum (qonaah) “rendah hati” karena kekuatan iman mereka. Penguasa-penguasa itu tidak menyadari bahwa ada pengadilan Tuhan yang tak seorang pun dapat lepas darinya, mereka tidak menyadari bahwa harta yang berlimpah ruah itu tidak sampai di bawa ke alam kubur dimana mereka tertidur dengan serangga-serangga yang pelan-pelan menghabisi fisik mereka. Tertanam kaku di bawah tanah dengan meninggalkan harta yang dikumpulkan di dunia, padahal keluarga yang ditinggalkan lambat laun juga akan melupakannya dan dengan tertawa-tawa sumringah mereka berbagi warisan. Kesedihan mereka hanya beberapa saat berlalu bersamaan terpajangnya foto-foto kenangan di dinding ruang tamu dan pada akhirnya album foto kenangan itupun dilepas dari tembok itu untuk segera disimpan digudang agar hal itu tidak lagi menjadi kenangan. Kalau sudah begini hilanglah surga nyata yang akan diraih oleh orang-orang beriman setelah nyawa kembali kepada sang Pencipta. Surga abadi itu tidak dapat diraih karena asal muasal hartanya didapat dari dosa-dosa kerakusan dunia yang akhirnya harta tersebut hanya dinikmati oleh ahli warisnya. Betapa menyedihkan jika seseorang merasakan azab Allah di akhirat dan kalaupun seandainya mereka di kembalikan lagi kedunia, tidak akan mampu hidup ditengah-tengah cemoohan masyarakat atas perbuatan zhalimnya. Dan Allah pun tidak lagi memberi ruang baginya seperti ungakpan alQuran Surat Yunus ; 10 ; 21 “Dan apabila kami memberikan rahmat kepada manusia setelah bahaya menimpa mereka, tiba-tiba mereka akan melakukan makar (menentang) pada kekuasaan kami, katakanlah; Allah lebih cepat membalas kemakaran, sesungguhnya malaikat-malaikat kami menuliskan kemakaranmu”. Perjalanan penguasa tercatat sebagai makhluk yang senantiasa kembali kepada Allah bila kekuasaan “rahmat” belum menjadi miliknya, apalagi disaat-saat dukungan masyarakat belum bisa dipastikan memenangkannya maka simbol-simbol kesalehan itu akan tampak pada dirinya. Begitupun setelah tertimpa kasus-kasus yang menjerat dan mengantarkannya ke penjara maka Allah menjadi tumpuannya.

Mungkin saja masyarakat kelak akan melihat betapa para penguasa-penguasa yang tidak amanah itu akan kembali kepada Allah setelah kenikmatan demi kenikmatan surga indonesia ini habis karena kelemahan sistem yang sengaja mereka ciptakan sebagai ruang untuk memonopoli kekayaan. Kekayaan yang sebenarnya diperuntukkan sebagai ujian bagi semua orang untuk dapat menghantarkannya ke surga Allah atau kekayaan itu kelak akan berganti dengan murka Allah. Sebagaimana analogi kisah alQuran ini “Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya. Dan datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segala penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata); “sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS. Yunus ; 10 ; 21)

Zulkarnain Nasution

Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir