22 September 2014

IMAN TERHEMPAS BADAI SYAWALI

Betapa senang dan bahagianya bagi seorang muslim yang telah menjalani puasa Ramadhan dengan sempurna dan dilanjutkan dengan hari kemenangan Idul Fitri. Syawal sebagai bulan sitaruhami sebagai muara dari diterimanya amal seseorang secara utuh karena pada saat itu setiap insan diharapkan memintak dan memberi maaf atas kesalahan, kekhilafan, dan kealpaan dalam berinteraksi kepada sesama manusia setelah sebulan penuh melakukan permohon ampun dan pendekatan kepada Sang Pencipta. Seorang mukmin berusaha dekat dengan Allah, hal ini bisa dilihat dari tempat-tempat ibadah yang ramai dengan aktifitas di bulan ramadhan, suara tadarus al-Quran terus bergema disetiap  malam setelah taraweh, makanan ta'jil tak habis-habisnya terus mengalir dari setiap dermawan, para ibu-ibu terus bersemangat tanpa mengeluh melayani suami dan anak-anaknya dalam bersahur dan berbuka, suami dan anak-anaknya selalu mendendangkan gema alQuran dari bibirnya seraya menunggu bedug maghrib, anak-anak berlari-lari, berkejar-kejaran, berteriak dengan asiknya dipelataran masjid sambil menunggu orang tuanya bertaraweh dan bertadarus, bahkan beberapa orang mencoba untuk tidur di mesjid karena ingin subuhnya tidak terlewat satu kalipun di bulan suci  dan banyak kebaikan-kebaikan lain yang menghiasi ramadhan. Sungguh luar biasa, keadaan seperti ini sungguh mungkin ditemukan di bulan Ramadhan dan aktifitas itu akan mulai terkikis hanyut dibawa arus mudik bulan syawal terhempas tsunami kegembiraan berlebaran. Berat tubuh yang menurun meningkat kembali, perhatian kepada yang miskin tak terindahkan lagi, pengorbanan harta dan fisik tak termotivasikan lagi, lantunan gema alQuran tak terdengar dari rumah dan mesjid lagi, semua itu tersapu badai syawali kegembiraan berlebaran.

Badai Topan Syawali lebih dahsyat dari sepuluh badai yang ditakuti di dunia seperti badai Topan Cimaron, Andrew, Nina, Saomai, Megi, Ida, Kenna, Katrina, Cora, dan Topan Tip karena badai Topan Syawali mampu menghancurkan bangunan iman yang telah kokoh dibangun saat Ramadhan, hancur tak bersisa karena disaat yang sama para iblis dan syeithan turut menghanyutkan puing-puing kehancurannya. Syeitan dan Iblis sangatlah gembira selain bahwa borgol rantai yang menjeratnya di bulan Ramadhan telah terlepas bersama dimulainya  gema takbir Syawal dan mereka juga akan menari-nari berpesta menyaksikan kembali kehancuran dan keruntuhan gedung imani. Sungguh mengerikan, karena badai topan Syawali ini sangat berbeda dengan badai-badai lainnya karena bukan saja menghancurkan yang terlihat tetapi juga dapat menghancurkan jiwa, memecah teropong keyakinan bahwa ada Allah yang mengawasi dan membalas semua kejahatan. maka  nilai-nilai tatanan masyarakat yang terbentuk di Ramadhan surut melahirkan kesenjangan sosial jauh dari harapan. perhatian kepada fakir miskin sebagai esensi nilai sosial runtuh kedasar kesombongan sehingga mengakibatkan lahirlah kejahatan-kejahatan akibat luapan kesenjangan sosial. Bangunan Imani yang direnovasi dan dirawat di Ramadhan seketika runtuh kembali di terpa badai Syawali, sesuai dengan pernyataan Nabi SAW bahwa iman itu dapat naik dan menurun. tetapi yang menjadi kehawatiran adalah tatkala iman tiba dipuncaknya menggelinding turun dengan waktu yang cukup lama sebelas bulan dan naik kembali sampai saatnya nanti ramadhan berikutnya. Jika ini yang terjadi, kejahatan, kerusakan, kebohongan, dan kegaduhan akan sangat lama dirasakan berbanding satu bulan kebaikan, kemaslahatan, kejujuran dan ketenangan. situasi seperti itu mengakibatkan keberkahan menjauh dari lingkungan manusia karena keberkahan itu akan di buka Allah jika penduduk sebuah kampung beriman dan bertakwa sesuai kehendak Ramadhan dan akan tersempurnakan di Syawal dengan saling menghalalkan interaksi yang menyakitkan kehidupan sebelumnya. 

Harapan bahwa Syawal sebagai penyempurna dari bangunan iman justru sebagai awal permulaan seseorang kehilangan iman dan ketakwaan melahirkan degradasi moral selama sebelas bulan. Mungkin karena itu pula beberapa riwayat hadis menganjurkan enam hari berpuasa di bulan syawal sebagai benteng dalam menghadapi topan Syawali. Kegembiraan Idul Fitri yang dipenuhi dengan kelezatan hidangan dan masakan akan membuat seseorang overload sehingga akan bermalas-malasan dan menutup mata imannya. Maka jika imannya tertutup akan berganti dengan syahwat yang mencengkram kesempatan dosa, dan itu sangat mudah dilakukan karena di bulan syawal seterusnya, dosa-dosa itu dibuka dan sangat dekat dengan keluarga melalui penanyangan televisi dan media lainnya, pintu-pintu tempat kemaksiaatan terbuka lebar menggantikan pintu-pintu tempat ibadah.

Zulkarnain Nasution

Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir
  • SAROHA EDISI RE-BORN - I/03/07-2014

0 comments:

Post a Comment