Ibn Alqayyim menegaskan, sendi dan pondasi syariah adalah hikmah kebijaksanaan dan kemaslahatan manusia di dunia dan di akhirat. Syariah secara keseluruhan adalah keadilan, kemaslahatan dan kebijaksanaan. Oleh karena itu segala sesuatu yang menyimpang dari keadilan kepada ketidak adilan, dari kasih sayang kepada sebaliknya, dari kemaslahatan kepada kerusakan, dan dari hikmah kebijaksanaan kepada nihilisme, maka itu bukan bagian dari syariah, sekalipun dipaksakan masuk ke dalamnya dengan di-takwil-takwil.
Syariah adalah keadilan Ilahi kepada segenap hamba-Nya, rahmat Allah kepada sekalian makhluk
ciptaan-Nya, perlindu-ngan-Nya di atas bumi serta kebijaksanaan-Nya yang menunjukkan secara
sempurna dan tepat kepada eksistensi diri-Nya dan kebenaran rasul-Nya. Syariah adalah sinar Illahi yang menerangi manusia sehingga bisa melihat petunjuk yang dipedomani dan obat penyembuh yang membasmi segala penyakit dan jalan lurus yang apabila seseorang menepatinya ia akan senantiasa berada pada jalan yang benar. Syariah adalah cindera mata, kehidupan hati, dan kelezatan jiwa. Syariah adalah sumber kehidupan, nutrisi, obat, cahaya, penyembuh, perlindungan dan sumber kebaikan di dalam seluruh eksistensi. Syariah yang menjadi misi Rasulullah diutus adalah sendi alam semesta, kutub kemenangan dan kebahagian di dunia dan akhirat. Para orientalis juga mengakui arti penting syari'ah dalam pandangan umat Islam.
Anderson mendiskripsikan syariah sebagai kedudukan tertinggi dalam peradaban dan struktur dunia Islam. Dan memperoleh prestise yang tidak pemah ada bandingannya dalam sejarah. Alasan mengenai ini sederhana. Tuhan, sebagai diyakini umat Islam, tidak mewahyukan diri-Nya, melainkan kalam-Nya yang berisi perintah-perintah-Nya untuk dilaksanakan oleh manusia sebagai hamba-Nya.
Sejak terjadinya kontak antara peradaban Islam dan peradaban Barat selama periode kolonial dan pasca kolonial serta lebih khusus lagi dalam era globalisasi, yang ditandai dengan keungguian ilmu, teknologi dan politik pihak kedua, berbagai macam pemikiran dan ideologi baru dalam memandang Islam dan syariahnya melanda umat Islam. Sistem pengetahuan Islam, di Barat dipandang sebagai sistem pengetahuan tradisional dengan segala citra negatif yang melekat pada kata tersebut, dan sistem pengetahuan seperti itu hanya layak untuk hidup di pinggir peradaban.
Pandangan Barat mengenai Islam dan syariahnya sangat banyak mempengaruhi diskursus orang
Muslim, bahkan yang berpredikat sarjana. Yang paling moderat dari pandangan sarjana yang sangat dipengaruhi diskursus Barat adalah pendapat yang menyatakan bahwa pemecahan masalah-masalah kontemporer seperti isu-isu global mengenai HAM, gender dan lain sebagainya jangan ditanyakan kepada fiqh. la sudah tidak mampu lagi merespon hal-hal semacam ini.
![]() |
| artikel dicetak pada tabloid SPEKTRUM Mei 2007 |
demikian bukan hanya ciri spesifik fiqh. Banyak cabang pengetahuan terkini sekalipun, yang telah mencapai kemajuan spektakuler tidak mampu menjawab berbagai masalah secara sendiri. la selalu membutuhkan bantuan cabang pengetahuan lain. Ilmu kedokteran, misalnya, tidak mampu menjawab persoalan yang diciptakannya sendiri seperti apakah euthanasia dapat dilaksanakan atau tidak.
Pernyataan yang lebih ekstrim lagi adalah, Islam atau syari’ah-nya tidak akan mampu mengelola pemerintahan secara baik. Bahkan dinyatakan "kemustahilan penerapan syariah melalui hukum
positif”.
Para ahli sesungguhnya mengakui bahwa tidak ada struktur pemerintahan terbaik yang dapat di-identifikasi dengan jelas untuk digunakan sebagai sebuah model universal bagi negaranegara
berkembang. Akan tetapi setidaknya diakui bahwa tata kelola pemerintahan merupakan suatu kondisi dalam mewujudkan hubungan tiga unsur, yaitu pemerintah, rakyat atau masyarakat sipil dan dunia usaha yang berada di sektor swasta yang sejajar, berkesamaan dan berkesinambungan di dalam peran yang saling mengontrol.
Bila kita kaitkan dengan syariah, tidak ada suatu rumusan jadi dan baku. Namun banyak pernyataan terpencar di dalam berbagai sumber syariah kita dapat mengkonstruksi suatu pengertian tata kelola pemerintahan menurut pandangan syariah. Untuk itu kita dapat membaca ayat al-Quran seperti Q.11:61
وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمۡ صَٰلِحٗاۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥۖ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ وَٱسۡتَعۡمَرَكُمۡ فِيهَا فَٱسۡتَغۡفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٞ مُّجِيبٞ ٦١
Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Shaleh. Shaleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)" - Al-Hud.61
dan Q.22:41.
ٱلَّذِينَ إِن مَّكَّنَّٰهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ أَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَمَرُواْ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَنَهَوۡاْ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۗ وَلِلَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلۡأُمُورِ ٤١
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma´ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. - AI-Haj:41.
Dengan menangkap dalalah at-isyarah ar-ramziyyah dari kedua ayat ini kita dapat melihat bahwa tata kelola pemerintahan dalam perspektif syariah adalah suatu penggunaan otoritas kekuasaan untuk mengelola pembangunan yang berorientasi pada:
- Penciptaan suasana kondusif bagi masyarakat untuk pemenuhan kebutuhan spiritual dan rohaniahnya (spiritual governance) sebagaimana disimbolkan oleh penegakan sholat.
- Penciptaan kemakmuran dan kesejahteraan ekonomi (economic governance) sebagaimana dilambangkan oleh tindakan membayar zakat.
- Penciptaan stabititas politik dan keamanan (political governance) sebagaimana diilhamkan oleh tindakan amar makruf nahi mungkar.
Asumsi yang mengatakan, dengan menerapkan sistem Syariah seakan membelokkan bangsa Indonesia yang sarat kemajemukan (Bhinneka Tungal Ika-red) kearah Islamisasi Negara Republik Indonesia. Sangat tidak beralasan alias jauh dari nalar sehat. Ironis, bila segelintir pendapat bernada kontra-kondusif tentang Syariah yang dicetuskan itu datangnya justru dari kalangan Islam sendiri. Untuk itu, dibutuhkan persamaan persepsi, pemikiran dari para cendikiawan Islam untuk menghilangkan rasa kekhawatiran yang terlalu berlebihan tersebut. Contoh soal, Nanggroe Aceh Darrussalam (NAD) saja telah menerapkan sistem pemerintahan berbasis Syariah Islam. Kenyataan sendi-sendi kehidupan yang didominasi oleh pemeluk Islam dengan Agama lainnya tidak menjadi sebuah perbedaan atau konflik. Yang terpenting digaris-bawahi ialah bagaimana peranan pemimpin Islam di daerah mayoritas Muslim untuk memberikan pemahaman tentang makna Syariah itu sendiri. Sementara, pemeluk Agama lainnya tetap dapat menjalankan peribadatan tanpa harus merasa terganggu dan terkucil sebagai minoritas.
- SPEKTRUM | 01 | i | Rabiul Akhir 1428 H. | Mei 2007 |
Penulis seorang Dosen STIT dan Redaktur Pelaksana
tabloid Spektrum.


0 comments:
Post a Comment