Persabahabatan antara Abu Bakar dan Muhammad mampu memotivasi semangat baru dalam membangun dakwah islam ditanah Mekkah, seketika itu Abu Bakar menceritakan peristiwa itu kepada semua kaum muslimin dan ternyata peristiwa Isro’ Mi’raj ini mampu membuka tabir kedalaman spritual orang-orang yang sudah menyatakan beriman kepada Rasul, karena dengan disampaikannnya berita ini kelompok-kelompok kaum muslimin yang belum kuat imannya dan orang yang masuk Islam karena pertimbangan-pertimbangan pragmatis mereka Murtad kembali dan menolak kebenaran Islam. Sungguh Allah maha tahu, dengan langsung menyeleksi orang-orang yang setia dan siapa dari mereka yang akan menjadi hambatan dalam peristiwa Hijrah di setahun berikutnya.
Isro’ Mi’raj disamping merupakan ujian bagi orang yang beriman juga memberikan kesan spiritual yang langsung mengikat jiwa seseorang dengan Tuhannya karena Allah SWT menghadiahkan kepada RasulNya kewajiban Shalat 5 kali sehari semalam yang menjadikannya simbol ke-Esaan Tuhan karena pengikut Rasul sediannya meyakini segala urusan di dunia dan akhirat semua Allah yang mengaturnya, Dia pula tempat meminta, mengadukan segala urusan, memohon ampun dari segala kesalahan dan Dialah yang pantas disembah bukan justru hal itu dilakukan kepada makhluk dan benda-benda yang diciptakan oleh tangan-tangan manusia.
Shalat yang diberikan kepada umat Muhammad berproses dengan tawaran Rasul kepada sang Khaliq berulang-ulang dengan atas saran Nabi Musa ketika bertemu diperjalan pulang dan berdialog bahwa umatNya tidak akan mampu melaksanakan kewajiban shalat 50 kali sehari semalan sebagaimana printah awalnya dan akhirnya dengan permintaan Rasul kembali kepada Allah menjadi 5 waktu sehari semalam. Hal ini menunjukkan betapa kesanggupan dalam beribadah adalah hal utama agar seseorang itu ikhlas menjalankannya dan betapa dialog yang terjadi antara Muhammad dan Musa dan begitupan antara Muhammad dan Allah merupakan gaya komunikasi yang seharusnya dapat dikembangkan antara sesama masyarakat yang saling memberi masukan dan dapat direspon dengan komunikasi pemimpin yang bijaksana.
Perintah shalat menjadi ibadah fundamental dalam sejarah penerimaannya dimana Rasul langsung berhadapan dengan Allah tanpa ada perantara komunikasi sebagaimana wahyu lainnya yang disampaikan melalui Jibril, ini menunjukkan bahwa shalat merupakan barometer kesuksesan iman seseorang dan bukti bahwa suksesnya iman adalah seorang muslim tidak meninggalkan shalat karena ibadah shalat adalah dialog langsung antara hamba dan tuhannya dan seyogyanya hamba itu dapat merasakan kehadiran Allah dalam shalatnya sehingga getaran-getaran Allah dapat menjadi bagian dari hidupnya. Adapun orang yang imannya belum kokoh di dalam hatinya akan ada ruang yang diberikan kepada makhluk untuk dijadikan sebagai sumber perantara antara Tuhan dan Hamba.
Sebagai hamba yang diberi mandat oleh Allah untuk menjadi Khalifah fil Ardhi merupakan wujud dari implementasi ketersambungan antara Allah dan manusia untuk mengadakan pemakmuran bumi
وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمۡ صَٰلِحٗاۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ
ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥۖ هُوَ أَنشَأَكُم مِّنَ ٱلۡأَرۡضِ وَٱسۡتَعۡمَرَكُمۡ
فِيهَا فَٱسۡتَغۡفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوٓاْ إِلَيۡهِۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٞ مُّجِيبٞ
٦١
“Dia telah menciptakan kalian dari Bumi dan kalian dimintak untuk melakukan pemakmuran didalamnya” (QS. Hud: 11:61).
Maka fungsi utama manusia setelah dilahirkan sebagai khalifah di bumi adalah melakukan hal-hal yang bijaksana dan arif untuk kepentingan umat manusia dalam bentuk nilai-nilai positif sesuai kebutuhan manusia dan untuk kesinambungan manusia sebagai penghuni bumi. Dalam melaksanakan ini manusia diberi panduan oleh Allah agar menjalankan shalat.
ٱلَّذِينَ إِن
مَّكَّنَّٰهُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ أَقَامُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُاْ ٱلزَّكَوٰةَ
وَأَمَرُواْ بِٱلۡمَعۡرُوفِ وَنَهَوۡاْ عَنِ ٱلۡمُنكَرِۗ وَلِلَّهِ عَٰقِبَةُ ٱلۡأُمُورِ
٤١
“orang-orang yang kami kokohkan kekuasaan mereka di bumi, mereka dirikanlah shalat, dan mereka bayarkan zakat dan menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, dan segala urusan diserahkan kepada Allah” (QS. alHaj: 22:41)
Mendirikan shalat bukan semata-mata melaksanakannya tetapi shalat adalah simbol spiritual pemersatu umat untuk berasama-sama sepakat memakmurkan bumi dengan dipimpin oleh orang-orang yang berwawasan luas, cerdas, mengayomi dan dapat menjadi panutan berkehidupan dengan mengaflikasikan dan menggabungkan nilai-nilai sifat tuhan dalam ruang kebijakan-kbijakan feminim dan masuklin untuk kepentingan agama, bangsa dan negara. Maka jika seseorang tidak mampu mewujudkan hal itu ataupun dengan sengaja tidak memberikan ruang-ruang spritual dalam berkehidupan, ini adalah bentuk ketakutan malaikat kepada penciptaan manusia tatkala malaikat mengakhawatirkan bahwa
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ
فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا
وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ
إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٣٠
“Mereka berkata; apakah Engkau (Allah) mau menjadikan orang di muka bumi ini yang suka merusak dan melakukan pertumpahan darah” (QS. alBaqarah; 2:30)
Zulkarnain Nasution
Penulis adalah Alumni Al-Azhar University Cairo Mesir
- Buletin SAROHA EDISI RE-BORN - I/02/06-2014


Izin Share Ustadz
ReplyDelete